RSS

HUKUM PEMAKAIAN INSULIN DALAM ISLAM


A. Definisi
Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga mengambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein – hormon ini memiliki properti anabolik. Hormon tersebut juga mempengaruhi jaringan tubuh lainnya. Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes mellitus.
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut, sedangkan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah.

B. Penyebab Diabetes Mellitus
Dengan meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka kebutuhan hidup manusia terhadap insulin akan semakin meningkat pula. Karena secara alami, dengan meningkatnya usia, maka fungsi pancreas semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pancreas, maka menurun pula fungsi insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan semakin menurun, pada saat itu manusia akan terkena penyakit yang biasa di sebut kencing manis (Diabetes Mellitus) dan perlu suntikan insulin.

C. Bahan Pembuatan Insulin
Pernah di coba membuat insulin dari ekstraksi pancreas sapi, dan hasilnya kurang menggembirakan. Dari seekor sapi hanya di hasilkan insulin ½ cc saja, yang berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seseorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari pancreas kera, menunjukkan bawa gennya tidak cocok dengan manusia. Akhirnya di coba membuat insulin dari pancreas babi, ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc nya pun mencukupi.
Pada mulanya insulin dibuat dari gen pancreas babi yang di klon dalam bakteri dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dari gen pancreas babi di klon dalam ragi. Karena organism dalam ragi lebih komplek dari bakteri, maka hasilnya akan lebih baik. Dari satu gen pancreas babi yang di klon dalam ragi pada tabung fermenator kapasitas 1000 liter di hasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses itulah yang akan beredar di seluruh dunia.

D. Hukum Pemakaian Insulin
Hukum Islam dalam pemakaian insulin yang terbuat dari bahan pancreasnya babi adalah BOLEH jika tidak di temukan obat lain dari bahan yang suci.

RETINOBLASTOMA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat menakutkan, dari oaring dewasa sampai anak-anak tidak luput dari cengkeramannya. Dan ternyata Kanker Retina Mata merupakan penyakit kanker yang menempati urutan nomor dua terbanyak selain kanker darah atau leukemia. Penyakit kanker retina ini ditandai dengan bercak putih. Dan ternyata kanker retina ini menyerang anak-anak yang berumur 0-5 tahun. Dan juga berdasarkan data badan kesehatan dunia penderita kanker ini terus meningkat dan mencapai 2-4% diseluruh dunia. Di Indonesia 9.000 penderitanya kanker retina, ini disebut juga RETINOBLASTOMA termasuk penderita yang jumlahnya tertinggi.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit retinoblastoma.

1.2 Tujuan
 Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah yang telah di berikan.
 Untuk mempelajari tentang retinoblastoma.
 Untuk mengetahui bagaimana penyebab dan pencegahan retinoblastoma.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun. 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma.
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor diretina dapat tumbuh kedalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan kalsifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan retinoblastoma. Pewarisan ke saudara sebesar 4-7%.

2.2 Etiologi
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).


2.3 Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera , terutama hati.

2.4 Klasifikasi
1. Golongan I
 Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.
 Terdapat pada atau dibelakang ekuator
 Prognosis sangat baik
2. Golongan II
 Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil
 Prognosis baik
3. Golongan III
 Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
 Prognosis meragukan
4. Golongan IV
 Tumor multiple sampai ora serata
 Prognisis tidak baik
5. Golongan V
 Setengah retina terkena benih di badan kaca
 Prognosis buruk
 Terdapat tiga stadium dalam retinoblastoma :
• Stadium tenang
Pupil lebar, dipupil tampak refleks kuning yang disebut “automatic cats eye”.
• Stadium glaukoma
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokular meningkat.
• Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya

2.5 Tanda dan Gejala
• Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.
• Tanda dini retinoblastoma adalah mata merah, mata juling atau terdapat warna iris yang tidak normal.
• Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata depan, uveitis, endoltafmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
• Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
• Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
• Tajam penglihatan sangat menurun.
• Nyeri
• Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.

2.6 Pencegahan
Jika di dalam keluarga terdapat riwayat retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetik untuk membantu meramalkan resiko terjadinya retinoblastoma pada keturunannya.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Retinoblastoma adalah tumor ganas utama intraokular yang ditemukan pada anak- anak. Trauma pada usia dibawah lima tahun. Tumor barasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral(70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Penyakit mata ini disebabkan oleh kehilangan 2 kromosom dari 1 pasang alel dominan protektif yang berada pada dalam pita kromosom 13q14.bisa karena mutasi dan diturunkan.
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain di mata. Bila letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang makin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda- tanda peradangan diviterus( vitreous seeding ) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel- sel tumor terlepas dan masuk kesegmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda- tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan infasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera atau kejaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal.

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus pada perilaku manusia. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola perawat profesional serta pekerja keperawatan non profesional.
Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.

1.2 Tujuan
 Belajar tentang manajemen kepemimpinan dalam keperawatan.
 Menganalisis sebuah masalah yang behubungan dengan kepemimpinan.
 Menjelaskan tentang teori dasar kepemimpinan.



1.3 Rumusan Masalah
Perawat Anna Alfathunnisa sudah 10 thn bertugas sebagai perawat di RSUD Dr. Wirosableng. Sekarang perawat anna baru pulang dari tugas belajar program pendidikan Ners dan mendapatkan promosi sebagai kepala ruangan Kelantan. Perawat anna selalu member instruksi terhadap perawat yuliana, sedangkakkn perawat husna diberikan kebebasan untuk bertindak.
Klarifikasi :
 Kepemimpinan?
- Bagaimana kekuasaan dalam kepemimpinan?
- Apa macam-macam teori kepemimpinan?
 Gaya kepemimpinan?
- Apa macam-macam gaya kepemimpinan?
- Masalah diatas termasuk pada gaya kepemimpinan yang bagaimana?
 Kepemimpinan yang efektif?
- Bagaimana kepemimpinan yang efektif dapat diterapkan dalam masalah diatas?




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu (Paul Hersay, Ken Blanchard).
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk menunjukkan dan mempengaruhi perilaku yang lain dibanding dipengaruhi (Nur Salam).

2.2 Kekuasaan dalam Kepemimpinan
Menurut Gardner yang dikutip oleh Russel C. Swanburg (2000) mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kapasitas uuntuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat mereka yang tidak mempunyai keinginan.
Dasar - dasar kekuasaan :
Franch dan Raven mengemukakan lima dasar kekuasaan interpersonal, yaitu :
a. Kekuasaan legitimasi
Kekuasaan yang sah adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi sehubungan dengan posisinya. Kekuasaan legitimasi tidak tergantung kepada bawahan. Seseorang dengan posisi yang lebih tinggi dalam organisasi mempunyai kekuasaan pada orang-orang yang di bawahnya.
b. Kekuasaan penghargaan
Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai, misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain-lain.
c. Kekuasaan paksaan
Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan dengan hukuman. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
d. Kekuasaan kharisma
Seseorang pemimpin yamg kharismatik dapat mempengaruhi orang karena benar - benar dari pribadi dan tingkah laku dari pimpinan tersebut.
e. Kekuasaan ahli
Seseorang yang mempunyai keahlian khusus mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kekuasaan ini tidak terikat pada urutan tingkatan.
Kelima dari tipe kekuasaan interpersonal di atas adalah saling ketergantungan karena tipe-tipe tersebut dapat dipakai dengan cara dikombinasikan dengan berbagai cara dan masing-masing dapat mempengaruhi yang lainnya.
Dalam kasus diatas sangat nampak bahwa kekuasaan paksaan sangat dominan, seharusnya seorang bawahan/ karyawan harus menghasilkan sifat produktif, yang memerlukan instruksi dan keadilan dari seorang pemimpin, supaya tujuan yang akan dicapai bisa berhasil dan memuaskan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menghendaki kekuasaan akan mempengaruhi tingakah laku dari para pegawai untuk suatu kebaikan dari organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi.

2.3 Macam-macam Teori Kepemimpinan
a. Teori Bakat
Seorang pemimpin dilahirkan artinya, bakat-bakat tertentu yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin diperoleh sejak lahir.
b. Teori Situasi
Muncul akibat hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan seoranng pemimpin, tapi dapat menjadi pemimpin yang baik.
c. Teori Ekologi
Seseorang memang dapat dibentuk utnuk menjadi seorang pemimpin tapi utnuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

d. Teori Z
Dikemukakan oleh Ouchi (1981), teori ini merupakan pengembangan dari teori Y dari Mc Gregar dan mendukung gaya kepemimpinan demokratif. Teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan menempatkan pegawai sesuai keahliannya.
e. Teori Interaktif
Schein (1970) menekankan bahwa staf/pegawai adalah manusia sebagai suatu system terbuka yang selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
f. Teori Kontemporer
Ada 4 komponen dalam teori ini :

- Manajer
- Staf dan atasan
- Pekerjaan
- Lingkungan


2.4 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan diartikan sebagai penampilan karakteristik atau tersendiri juga didefinisikan sebagai hak istimewa yang tersendiri. Gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Karena setiap orang memiliki kemampuan yang tidak sama, maka gaya kepemimpinannya pun juga tidak sama dan sering di kaitkan dengan pola manajemen (pattern of manajemen) dan dengan pembicaraan tentang perilaku.
 Macam-macam Gaya Kepemimpinan :
• Otokratis
Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.
• Laissez-faire
Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya.

• Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator ( dictatorial leadership style ) ini upaya mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
• Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis ( democratic leadership style ) ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik, tapi dalam mengambil keputusan cenderunng lambat.
Masalah diatas dalam melakukan kepemimpinan menggunakan gaya otokratisa dan laissez-faire, karena pada perawat Yuliana selalu diberi instruksi, sehingga gaya ini mengacu pada gaya kepemimpinan otokratis, karena gaya ini ditandai dengan ketergantungan dan menganggap seseorang tidak akan melakukan apa-apa kecuali diperintah. Begitu juga sebaliknya pada perawat husna mengacu pada gaya laissez-faire, karena selalu diberikan kebebasan dan segala sesuatu akan berjalan dengan sendirinya.

2.5 Kepemimpinan yang Efektif
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat.
Kepemimpinan yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara tenaga kerja, bahan dan waktu.
Pemecahan masalah yang tepat, agar masalh kepemimpinan dalam masalah di atas adalah dengan pemimpin yang netral, yang tidak memutuskan dan tidak ambil bagian dalam isi diskusi kelompok sebenarnya, namun membantu para anggota untuk berkomunikasi secara efektif.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari masalah diatas dapat disimpulkan bahwa perawat anna melakukan kepemimpinan menggunakan gaya otokratisa dan laissez-faire. Kekuasaan yang di pakai juga hanya menggunakan kekuasaan paksaan, sehingga tidak bisa menghasilkan karyawan yang produktif.

3.2 Saran
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menghendaki kekuasaan akan mempengaruhi tingakah laku dari para pegawai untuk suatu kebaikan dari organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi.



DAFTAR PUSTAKA

Company, Wb. Saunders, 1989, MANAJEMEN KEPERAWATAN.

Graha Cendikia, KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN.

Nadine, MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN, Education 2008.

Swanburg, C. Russel, PENGANTAR KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN, Jakarta : EGC, 2000.

RINITIS DAN SINUSITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.
Seperti diketahui, meskipun data-data yang akurat belum ada di Indonesia tetapi rinitis dan sinusitis merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai pada praktek sehari-hari.
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan, secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung, sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna.

1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang Rinitis.
2. Menjelaskan tentang Sinusitis.

1.3 Tujuan
1. Untuk mempelajari bagaimana penyebaran penyakit rhinitis dan sinusitis.
2. Untuk mempelajari tentang tindakan keperawatan bagi pasien rhinitis dan sinusitis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 RINITIS
2.1.1. Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabnya :
Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.( www. Google.com )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 )

2.1.2. Etiologi
Rhinitis non alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke dalam hiidung, deformitas structural, neoplasma dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontasepsi oral, kokain, dan antihipertensif.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu:
a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
b. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.
• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
a. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik.
b. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier.
c. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

2.1.3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala rhinitis :
• Kongesti nasal
• Rabas nasal (purulen dengan rhinitis bakterialis)
• Gatal pada nasal dan bersin-bersin.
• Sakit kepala dapatt saja terjadi terutama jika terdapat juga sinusitis.

Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang tidak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal dimata,. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau.


2.1.4. Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).

2.1.5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabnya, yang mungkin diidentifikasi dengan riwayat kesehatan komplit dan menanyakan pasien tentang kemungkinan pemajaan terhadap allergen di rumah, lingkungan atau tempat kerja. Jika gejala menunjukkan rhinitis alergik, mungkin dilakuakan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk antihistamin, dekongestan, kortikosteroid tropical, dan natrium kromolin. Obat-obat yang diresepkan biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala pasien.

2.1.6. Intervensi Keperawatan
Pasien dengan rhinitis alergik diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap, bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.







2.2 SINUSITIS
2.2.1 Definisi
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya, akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi).
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth, 2001)
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna.
Untuk mendiagnosis rinosinusitis akut lebih mudah oleh karena adanya tanda dan gejala yang cukup jelas. Rinosinusitis kronik jauh lebih menantang karena sering tersamarkan oleh penyakit yang lain, demikian juga penanganannya. Berbagai perbedaan pendapat masih banyak terjadi mulai dari menentukan diagnosis, sarana diagnosis dan penanganannya, oleh karena itu diperlukan standarisasi yang jelas.

2.2.2 Etiologi
1. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
2. Dentogen
Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas dan penyebabnya adalah kuman :
• Streptococcus pneumoniae
• Hamophilus influenza
• Steptococcus viridans
• Staphylococcus aureus
• Branchamella catarhatis

2.2.3 Manifestasi Klinis
Task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit. :
Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu, rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan/infeksi akut pada infeksi kronik.
Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat. Gejala RSA ringan : adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala/wajah tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi) (Brook, 2001).
Kriteria gejala RSA menurut AAOA dan ARS
• Gejala mayor : sakit daerah muka, hidung buntu, ingus purulen/post nasal drip, gangguan penciuman, demam.
• Gejala minor : batuk-batuk, lendir ditenggorok, nyeri kepala, nyeri geraham, halitosis.
RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih , atau 1 gejala mayor dan 2 minor.

Menurut Brunner dan Suddarth, 2001. Sinusitis dibagi menjadi 2, yaitu Sinusitis akut dan Sinusitis Kronis.
Sinusitis Akut :
Gejala Sinusitis akut mencakup tekanan, nyeri d atas area sinus dan area nasal yang purulen. Sinusitis akut terjadi akibat infeksi traktus respiratorius atas, terutama infeksi firus atau eksaserbasi rhinitis alergika.
Pengkajian riwayat kesehatan dan diagnostic yang cermat, termasuk pemeriksaan rontgen sinus, dilakukan untuk menyingkirkan kelainan lain yang bersifat sistemik atau setempat, seperti tumor, fistula, dan alergi. Kompilkasi sinusitis walaupun tidak umum adalah termasuk selulitis orbital parah, abses subperiosteal, thrombosis sinus karvenosus, meningitis dan bases otak.

Sinositis Kronis :
Biasanya disebabkan oleh obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membrane mukosa hidung. Pasien mengalami batuk karena tetesan konstan rabas kental kearah nasofaring, dan sakit kepala kronik pada daerah periorbital dan nyeri wajah, yang paling menonjol pada saat bangun tidur pada pagi hari.

2.2.4 Patofisiologi
Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.
Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (steptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan imunodefisiensi.
Faktor predisposisi lokal yang harus dicermati adalah :
1. Adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok)
2. Konka bulosa
3. Massa (tumor)
4. Adanya gangguan fungsi silia
5. Pemasangan tampon yang lama.

2.2.5 Komplikasi
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena :
1. Terapi yang tidak adekuat
2. Daya tahan tubuh yang rendah
3. Virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan.

Komplikasi ke mata
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus maksila. Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke meningen dan 20 % terjadi kebutaan.
Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-nak lebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti sinusitis frontal dan maksila.
Komplikasi dapat melalui 2 jalur :
1. Direk/langsung : melalui dehisensi konginetal ataupun adanya erosi pada tulang barier terutama lamina papirasea.
2. Retrograde tromboplebitis : melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung, sinus dan orbita.

Klasifikasi ada 5 kategori (Chandler at al) :
1. Selilitis periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah periorbita.
2. Selulitis orbita : tampak adanya proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra okuler.
3. Abses subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak.
4. Abses orbita : pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan.
5. Trombosis sinus kavernosus : sama dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda meningitis.

Komplikasi intrakranial
Penyebab tersering komplikasi intrakranial adalah sinusitis frontal, diikuti sinusitis etmoid, sfenoid dan maksila.
Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentu.
Beberapa jalur untuk terjadinya infeksi ini antara lain :
1. Direk melalui jalan alami
2. Melalui anyaman pembuluh darah.

Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal :
1. Osteomielitis : penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan penimbunan pus di superiosteum.
2. Epidural abses terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam.
3. Subdural empiema, terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun.
4. Abses otak. Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur.
5. Meningitis. Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksilin dan ampisilin.
Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang lebih kering.

2.2.7 Intervensi Keperawatan
Pendidikan pasien merupakan aspek penting dari asuhan keperawatan untuk pasien dengan sinusitis akut dan kronis. Perawat dapat menginstruksikan pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan.

Pencegahan
• Hindari allergen yang menderita alergi
• Pertahankan kesehatan umum sehingga daya tahan tubuh alamiah tidak menurun.
- Makan diet yang tepat
- Olahraga
- Istirahat yang cukup
• Hindari orang yang menderita infeksi saluran nafas atas.
• Cari pertolongan medis jika gejala pernafasan atas menetap lebih dari 7-10 hari.
• Ingatkan pemberian perawat primer jika nyeri pada area sinus menetap atau jika terdapat rabas nasal dan terdapat perubahan warna dan bau busuk.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001). Rhinitis paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke dalam hidung. Pasien dengan rhinitis diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap, bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth, 2001). Sinusitis biasanya disebabkan oleh Rinitis Akut (influenza). polip, septum deviasi dan oleh kuman Streptococcus pneumonia, Hamophilus influenza, Steptococcus viridians, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis. Pada pasien sinusitis, seorang perawat dapat menginstruksikan pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan.



DAFTAR PUSTAKA


KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Media Aesculapius : FKUI, 2001.

Pusat Data & Informasi PERSI, ALERGI RINITIS, 2009.

Suddarth & Brunner, KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGC, 2001.
Copyright 2009 RYRI LUMOET. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Blogger Templates