RSS

PENGORGANISASIAN DALAM KEPERAWATAN


1. Definisi
Organisasi adalah suatu system usaha bersama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama.
Organisasi merupakan setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama. (James D. Mooney).
Pengorganisasian (G.R. Terry) adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan perilaku yang efektif antara masing-masing orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan memperoleh kepuasan diri dalam melaksanakan tugas-tugas terpilih di dalam kondisi lingkungan yang ada, untuk mencapai tujun dan sasaran.
(Djoko Wijono, Maajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan, Airlangga University Press, Hal. 62)

2. Langkah-langkah pengorganisasian
a. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tujuan organisasi sudah di susun pada saat fungsi perencanaan.
b. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk mencapai tujuan.
c. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis (elemen kegiatan).
d. Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas pendukung yang diperoleh untuk melaksanakan tugasnya.
e. Penugasan personal yang cakap yaitu memilih dan mendapatkan staf yang dipandang mampu melaksanakan tugas.
f. Mendelegasikan wewenang : dalam pembagian tugas harus diperhatikan adanya keseimbangan antara wewenang dan tnggung jawab staf, untuk organisasi seperti puskesmas yang mempunyai jumlah tenaga yang terbatas tetapi ruang lingkup kerja dan kegiatannya cukup luas, prinsip kerjasama yang sifatnya integrative perlu diterapkan karena prinsip kerja integrasi diharapkan semua kegiatan pokok puskesmas dapat diselesaikan.
(A. A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan Edisi 2, EGC. Hal. 75).

3. Struktur organisasi
a. Struktur Hierarkis
Umumnya disebut struktur garis merupakan bentuk yang paling sederhana yang biasanya dihubungkan dengan prinsip kekuasaan berantai, birokrasi dan berbagai tingkatan hierarkis. Struktur ini mempunyai keuntungan dan kerugian sebagai akibat dari adanya birokrasi. Dalam organissi keperawatan garis dan personel staf keduanya biasanya adalah perawat professional.
b. Struktur bentuk bebas
Struktur organisasi bebas disebut organisasi matriks. Dibentuk berdasarkan respon waktu persaingan eksternal dan efisiensi fasilitas dan efektifitas internal melalui kerjasama dan penerapan disiplin.
(Russel C. Swanburg, Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis, EGC. Hal. 211-212).

4. Rentang kendali
Hampir semua organisasi menjadi hierarki, organisasi berbeda satu dengan yang lainnya, dalam jumlah tingkatannya yang memisahkan kerja operasi dari menejemen puncak. Seorang manajer puncak tidak dapat menyelia lebih dari beberapa bawahan saja, sedangka seorang penyelia tingkat satu mungkin dapat menangani 3 atau 4 kali lebih banyak. Dapat dianalisis bahwa jumlah yang diawasi yang dinamakan rentang kendali tergantung pada kemampuan untuk mendelegasikan. Semakin banyak pendelegasian, semakin luas rentang kendali.
(George Straus dan Leonard Sayles, Manajemen Personalia, Hal. 368).
Dalam merancang table organisasi bagi suatu departemen, gagasan harus diberikan kepada rentang pengawasan yang diharapkan dari direktur, masing-masing manajer keperawatan, masing-masing supervisor dan masing-masing kepala juru rawat.
Rentang pengawasan yang secara efektif dapat ditangani oleh masing-masing manajer bergantung pada langkah dan pola kerja serta keahlian dan pengetahuan pekerja. Tugas supervisor untuk memimpin, memotivasi, menilai dan memperbaiki bawahannya. Beberapa perawat sadar bahwa rentang respon yang terlalu sempit dapat menciptakan masalah yang berbeda namun sama-sama serius. Produktifitas pekerja lebih tinggi ketika supervise yang dekat dirasa tidak mungkin dilakukan.(Drucker, 1967)
(Gillies, Manajemen Keperawatan, Hal. 169).

5. Authority (tanggung jawab)
Prinsip tanggung jawab yang berkelanjutan mengacu pada kenyataan bahwa saat seorang atasan menyerahkan tanggung jawab suatu fungsi tertentu kepada seseorang bawahan, dia boleh meninggalkan tanggung jawabnya sendiri untuk fungsi baru tersebut.
(Gillies, Manajemen Keperawatan, Hal. 170).

6. Macam-macam organisasi
a. Organisasi Lini (Line Authority)
Wewenang yang mengalir secara vertical. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pimpinan kepada staf yang menerimanya.
b. Organisasi staf (staff Authority)
Wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas-tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi tuga-tugas menejerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf atau penasihat.
c. Organisasi Staf dan Lini
Perpaduan antara wewenang lini dan staf merupakan bentuk struktur organisasi yang paling umum dianut saat ini. Bentuk organisasi kelihatan komplek tetapi sesungguhanya adalah pengembangan dari bentuk lini dan staf.
(A.A. Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Hal. 76-77).

ASKEP KELUARGA DENGAN GANGGUAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadpinya. Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia belum memiliki suatu lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur pelayanan keperawatan keluarga secara administratif. Pelayanan keperawatan keluarga saat ini masih di berikan secara sukarela dan belum ada pengaturan terhadap jasa perawatan yang telah di berikan.
Tumbuh kembang merupakan aspek yang penting bagi keluarga. Prinsip tumbuh kembang itu sendiri berupa proses yang teratur, berurutan, rapi dan kontinyu maturasi, lingkungan dan faktor genetic. Mempunyai pola yang sama, konsisten dan kronologis, dapat diprediksi, variasi waktu muncul (onset), lama, dan efek dari tiap tahapan tumbuh kembang dancmempunyai ciri yang khas.
Sehingga perawat harus mengetahui seluk beluk tumbuh kembang secara utuh, karena itu merupakan dasar dalam melakukan pengkajian untuk mengetahui segala gangguan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan dan untuk memberikan askep yang berkualitas.

1.2 Tujuan
• Untuk mengetahui konsep pertumbuhan dan perkembangan manusia.
• Untuk mengatahui konsep pada keluarga.
• Mengetahui gangguan yang terjadi dalam proses tumbuh kembang.
• Mengetahui askep keluarga dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
• Untuk memenuhi tugas keperawatan keluarga yang telah di berikan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga
1. Pengertian
a. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. (Bailon dan Maglaya, 1989 dikutip Nasrul Effendy, 1998, hal ; 32 - 33).
b. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketegantungan. ( Departemen Kesehatan RI, 1988 dikutip Nasrul Effendy,1998, hal ; 32).

Dari kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :
1) Unit terkecil dari masyarakat
2) Terdiri dari 2 orang atau lebih
3) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
4) Hidup dalam satu rumah tangga
5) Di bawah asuhan seorang kepala keluarga
6) Berinterkasi diantara sesama anggota keluarga
7) Setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing
8) Menciptakan, mempertahankan suatu budaya


2. Ciri – ciri Struktur Keluarga
Menurut Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy 1998 hal 33 dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Terorganisasi : Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
b. Ada Keterbatasan : Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing – masing.
c. Ada perbedaan dan kekhususan : Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing – masing.

3. Tipe Keluarga
Menurut Nasrul Effendy (1998) hal 33 – 34 tipe keluarga terdiri dari :
a. Keluarga inti (Nuclear Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak.
b. Keluarga besar (Extended Family)
Adalah keluarga inti di tambah sanak saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
d. Keluarga duda atau janda (Single Family)
Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Compocite)
Adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation)
Adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.

4. Peran Keluarga
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy 1998, hal 34 adalah sebagai berikut :
a. Peran ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peran anak : Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

5. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman, 1998 hal 100, didefinisikan sebagai hasil atau konsekwensi dari struktur keluarga. Lima fungsi keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji dan mengintervensi keluarga adalah ;
a. Fungsi Afektif (Fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan – kebutuhan para anggota keluarga.
b. Sosialisai dan Fungsi penempatan sosial : untuk sosialisasi primer anak – anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif, dan juga sebagai penganugrahan status anggota keluarga.
c. Fungsi Reproduksi : untuk menjaga kelangsungan keturunan/generasi dan menambah sumber daya manusia, juga untuk kelangsungan hidup masyarakat.
d. Fungsi Ekonomis : untuk mengadakan sumber – sumber ekonomi yang memadai dan mengalokasikan sumber – sumber tersebut secara efektif.
Fungsi Perawat Kesehatan : untuk mengadalan kebutuhan-kebutuhan fisik – pangan, sandang, papan dan perawatan kesehatan.

6. Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Nasrul effendy, 1998, hal 42, adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.


2.2 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Definisi
Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah tertib dan teratur, proses yang dapat diprediksi dari embriyo dan berlanjut sampai meninggal.
Pertumbuhan adalah kuantitatif atau aspek yang dapat diukur dari ukuran individual, sedangkan perkembangan adalah kuantitatif atau aspek yang dapat diobservasi dari perubahan progresif pada individual. Kemampuan (progres) melalui fase tertentu dari pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh keturunan dan factor lingkungan.

2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

2.2.1 Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia
1. Neonatus (lahir – 28 hari)
• Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan.

2. Bayi (1 bulan – 1 tahun)
Bayi usia 1-3 bulan :
• mengangkat kepala
• mengikuti obyek dengan mata
• melihat dengan tersenyum
• bereaksi terhadap suara atau bunyi
• mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
• menahan barang yang dipegangnya
• mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
Bayi usia 3-6 bulan :
• mengangkat kepala sampai 90°
• mengangkat dada dengan bertopang tangan
• belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar jangkauannya
• menaruh benda-benda di mulutnya,
• berusaha memperluas lapang pandang
• tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
• mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
Bayi 6-9 bulan :
• duduk tanpa dibantu
• tengkurap dan berbalik sendiri
• merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
• memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
• memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
• bergembira dengan melempar benda-benda
• mengeluarkan kata-kata tanpa arti
• mengenal muka anggota keluarga dan takut pada orang lain
• mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan
Bayi 9-12 bulan :
• berdiri sendiri tanpa dibantu
• berjalan dengan dituntun
• menirukan suara
• mengulang bunyi yang didengarnya
• belajar menyatakan satu atau dua kata
• mengerti perintah sederhana atau larangan
• minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya
• ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya
• berpartisipasi dalam permainan
3. Todler (1-3 tahun)
Peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik.
Anak usia 12-18 bulan :
• mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah
• menyusun 2 atau 3 kotak
• dapat mengatakan 5-10 kata
• memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing

Anak usia 18-24 bulan :
• mampu naik turun tangga
• menyusun 6 kotak
• menunjuk mata dan hidungnya
• menyusun dua kata
• belajar makan sendiri
• menggambar garis di kertas atau pasir
• mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil
• menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih besar
• memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka
Anak usia 2-3 tahun :
• anak belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
• membuat jembatan dengan 3 kotak
• mampu menyusun kalimat
• mempergunakan kata-kata saya
• Bertanya
• mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya
• menggambar lingkaran
• bermain dengan anak lain
• menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya
4. Pre sekolah (3-6 tahun)
Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba pengalaman baru dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat.
Anak usia 3-4 tahun:
• berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga
• berjalan pada jari kaki
• belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
• menggambar garis silang
• menggambar orang (hanya kepala dan badan)
• mengenal 2 atau 3 warna
• bicara dengan baik
• bertanya bagaimana anak dilahirkan
• mendengarkan cerita-cerita
• bermain dengan anak lain
• menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya
• dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana.
Anak usia 4-5 tahun :
• mampu melompat dan menari
• menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan
• dapat menghitung jari-jarinya
• mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
• minat kepada kata baru dan artinya
• memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya
• membedakan besar dan kecil
• menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.
Anak usia 6 tahun:
• ketangkasan meningkat
• melompat tali
• bermain sepeda
• menguraikan objek-objek dengan gambar
• mengetahui kanan dan kiri
• memperlihatkan tempertantrum
• mungkin menentang dan tidak sopan

5. Usia sekolah (6-12 tahun)
Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik, kognitif dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi.
Anak usia 6-7 tahun :
• membaca seperti mesin
• mengulangi tiga angka mengurut ke belakang
• membaca waktu untuk seperempat jam
• anak wanita bermain dengan wanita
• anak laki-laki bermain dengan laki-laki
• cemas terhadap kegagalan
• kadang malu atau sedih
• peningkatan minat pada bidang spiritual
Anak usia 8-9 tahun:
• kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
• menggunakan alat-alat seperti palu
• peralatan rumah tangga
• ketrampilan lebih individual
• ingin terlibat dalam segala sesuatu
• menyukai kelompok dan mode
• mencari teman secara aktif
Anak usia 10-12 tahun:
• pertambahan tinggi badan lambat
• pertambahan berat badan cepat
• perubahan tubuh yang berhubungan dengan pubertas mungkin tampak
• mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri
• memasak, menggergaji, mengecat
• menggambar, senang menulis surat atau catatan tertentu
• membaca untuk kesenangan atau tujuan tertentu
• teman sebaya dan orang tua penting
• mulai tertarik dengan lawan jenis
• sangat tertarik pada bacaan, ilmu pengetahuan

6. Remaja (12-18/20 tahun)
• Konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologi
• Mencoba nilai-nilai yang berlaku
• Pertambahan maksimum pada tinggi,berat badan
• Stres meningkat terutama saat terjadi konflik
• Anak wanita mulai mendapat haid, tampak lebih gemuk
• Berbicara lama di telepon, suasana hati berubah-ubah (emosi labil), kesukaan seksual mulai terlihat
• menyesuaikan diri dengan standar kelompok
• anak laki-laki lebih menyukai olahraga, anak wanita suka bicara tentang pakaian, make-up
• hubungan anak-orang tua mencapai titik terendah, mulai melepaskan diri dari orang tua
• takut ditolak oleh teman sebaya
• Pada akhir masa remaja : mencapai maturitas fisik, mengejar karir, identitas seksual terbentuk, lebih nyaman dengan diri sendiri, kelompok sebaya kurang begitu penting, emosi lebih terkontrol, membentuk hubungan yang menetap.

7. Dewasa muda (20-40 tahun)
• Gaya hidup personal berkembang.
• Membina hubungan dengan orang lain
• ada komitmen dan kompetensi
• membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran sebagai orang tua
• Individu berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan berpikir rasional meningkat
• pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan kesempatan dalam pekerjaan meningkat.

8. Dewasa menengah (40-65 tahun)
• Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti anak meninggalkan rumah
• anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai meninggalkan rumah
• dapat terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis lipatan pada muka, dan lain-lain
• waktu untuk bersama lebih banyak
• Istri menopause, pria ingin merasakan kehidupan seks dengan cara menikah lagi (dangerous age).

9. Dewasa tua
a. Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pensiun (penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat berkembang penyakit kronik.
b. Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan peningkatan ketergantungan terhadap orang lain.
c. Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan fisik.

2.2.2 Masalah yang Sering Terjadi pada Tahap Tumbuh Kembang

1. Masalah pada anak-anak dari sejak lahir sampai usia 5 tahun.
• Sindroma Down
• Kerdil
• Autis
• Gangguan perkembangan bicara

2. Masalah utama anak usia sekolah dan remaja
• Penyesuaian diri di sekolah
• Bentuk tulang belakang yang abnormal
• Penyalahgunaan obat/substansi

3. Masalah pada usia pertengahan orang dewasa
• Diabetes
• Cacat fisik tubuh
• Osteoporosis

4. Masalah utama pada manula
• Kerusakan penglihatan
• Kerusakan pendengaran

2.2.3 Tugas Keluarga Sesuai dengan Tumbuh Kembang

No Tahap Perkembangan Tugas perkembangan
1 Keluarga pemula a. membangun perkawinan yang saling memuaskan
b. menghububgkan jaringan persaudaraan secara harminis
c. keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua
2 Keluarga sedang mengasuh anak a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap.
b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orangtua dan kakek nenek
3 Keluarga dengan anak usia prasekolah a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga se[erti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan
b. Mensosialisasikan anak
c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak-anak yang lain
d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
4 Keluarga dengan anak usia sekolah a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prastasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
5 Keluarga dengan anak remaja a. Mengembangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri
b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
6 Keluarga melepaskan anak dewasa muda a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak
b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
c. Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri
7 Orangtua usia pertengahan a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan – hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak
c. Memperkokoh hubungan perkawinan
8 Keluarga lansia a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan integrasi hidup)


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga
b. umur
c. alamat dan telepon
d. Pekerjaan kepala keluarga
e. Pendidikan kepala keluarga
f. Komposisi keluarga dan genogram :
Nama / inisial
Jenis Kelamin
Tanggal lahir/umur
Hubungan dengan kepala keluarga
Pendidikan
Pekerjaan
g. Tipe keluarga
h. Latar belakang budaya
i. Identifikasi religious
j. Status ekonomi
k. Aktifitas rekreasi/waktu luang
2. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Mobilitas geografis keluarga
c. Hubungan keluarga dengan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.
e. Sistem pendukung keluarga.


3. Struktur keluarga.
a. Pola komunikasi keluarga.
b. Struktur Kekuatan keluarga.
c. Struktur Peran.

4. Fungsi keluarga
a. Fungsi Afektif.
b. Fungsi Sosialisasi.
c. Fungsi ekonumi.

5. Stres dan koping keluarga.
a. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor.
b. Strategi koping yang diigunakan.

6. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga.
Tahap perkembangan keluarga saat ini
Sejauh mana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan sesuaii dengan tahap perkembangan saat ini.
Riwayat keluarga inti mulai lahir hingga saat ini.
Riwayat keluarga sebelumnya.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi cidera pada keluarga Bapak S khususnya Bapak S berhubungan dengan defisit sensori atau motorik.
2. Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya.
3. Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi
4. Kerusakan Interaksi Sosial pada keluarga Berhubungan Dengan Gangguan konsep diri pada anak autis.
5. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
3.3 Intervensi
1. Diagnosa 1: Resiko terjadi cidera pada keluarga Bapak S khususnya Bapak S berhubungan dengan defisit sensori atau motorik.
Tujuan : Mencegah dan mengurangi resiko cedera
Kritera hasil :
 Lansia dapat :
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko cidera
 Menyebutkan tujuan menggunakan tindakan keamanan untuk mencegah cidera
 Mempraktekan tindakan pencegahan cidera terpilih
Intervensi :
 Kaji adanya faktor-faktor penyebab atau pendukung
 Gangguan penglihatan
 Pendengaran berkurang
 Sensitivitas sentuhan berkurang
 Hipotensi ortostatik
 Gaya berjalan tidak stabil
 Efek samping obat
 Faktor dari lingkungan yang berbahaya
 Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab atau pendukung, jika mungkin
 Gangguan penglihatan : beri penerangan cukup, Beritahu cara mengurangi silau, beri warna kontras yang sesuai untuk membedakan pandangan dan menghindari percampuran warna abu-abu dan biru.

 Gangguan pendengaran : gunakan alat bantu dengar jika memungkinkan
 Gaya berjalan yang tidak stabil : ajarkan alat bantu berjalan
 Efek samping obat : kaji efek samping obat yang mengakibatkan gangguan keseimbangan saat berjalan
 Faktor-faktor lingkungan yang berbahaya : jaga lantai rumah-kamar mandi agar tidak licin, menata perabot untuk memudahkan berjalan, beri pegangan pada dinding-kamar mandi untuk membantu berjalan, memodifikasi kamar mandi-WC dengan jenis pancuran dan WC duduk.

2. Diagnosa 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya.
Tujuan : Dalam waktu 1 jam, orang tua ( ibu ) dapat menerima keadaan putranya.
Kriteria : Ibu tidak tampak cemas, ibu dapat menguraikan hal-hal yang positip yang dapat dikembangkan yang berkaitan dengan keadaan anaknya seperti mau melatih anaknya dirumah, mengajak anak bermain, setuju untuk melakukan suatu pemeriksaan yang lengkap yang dianjurkan pihak medis dalam penanganan masalah kemampuan bicara anaknya.
Intervensi :
a. Terangkan bahwa anak mengalami keterlambatan perkembangan bicara dan dapat di perbaiki secara maksimal dalam batas waktu tertentu dengan usaha yang keras.
R/ Peningkatan pemahaman dan kesadaran orangtua untuk bisa menerima keadaan anaknya dan menggali koping yang positip terhadap kemampuan yang ada pada anaknya.
b. Dorong keluarga untuk mau melakukan pemeriksan yang lengkap terhadap gangguan perkembangan bicara yang di alami anaknya.
R/ Membantu di dalam proses penegakan penyebab gangguan yang lebih pasti dan mempercepat proses penanganan yang lebih cepat dan tepat.
c. Support keluarga dalam melakukan stimulasi pada anak
R/ : Meningkatkan harapan dan kemauan keluarga dalam melakukan stimulasi.
d. Kuatkan koping keluarga dalam menerima kondisi anak.
R/ Meningkatkan penerimaan keluarga terhadap kondisi anak.

3. Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi.
Tujuan : pasien dan keluarga dapat meliputi pengetahuan mengenai osteoporosis dan program tindakan, pengurangan nyeri, perbaikan pengosongan usus dan tidak ada fraktur tambahan.
Intervensi :
1. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5. Anjurkan pada untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek oesteoporosis.
6. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.
7. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
8. Kasur harus padat dan tidak lentur.
9. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
10. Kompres panas intermiten dan pijatan punggung memperbaiki relaksasi otot.
11. Pasien diminta untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
12. Postur yang bagus dianjurkan dan mekanika tubuh harus diajarkan. Ketika pasien dibantu turun dari tempat tidur,
13. pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara
14. Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.
15. Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh.
16. Anjurkan untuk Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik.
17. Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan mengangkat beban lama.
18. Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.

4. Diagnosa 4 : Kerusakan Interaksi Sosial pada keluarga Berhubungan Dengan Gangguan konsep diri pada anak autis.
Kriteria hasil :
adanya sifat responsif terhadap atau minat pada orang-orang,, kepercayaan pada seorang pemberi perawatan, kontak mata dan sifat responsif pada wajah, adanya kemampuan untuk mengembangkan kerjasama dalam bermain dan persahabatan dengan teman sebaya.
Tujuan
Pasien akan memulai interaksi-interaksi sosial (fisik, verbal, nonverbal dengan pemberian perawatan saat pulang.
Intervensi dengan Rasional Tertentu
1. Berfungsi dalam hubungan satu per satu dengan anak. Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan.
2. Berikan anak benda-benda yang dikenal (mis., mainan-mainan kesukaan, selimut). Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak mersa distres.
3. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika pasien berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Karakteristik-karakteristik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling mempercayai.
4. Lakukan dengan perlahan. Jangan memaksakan melakukan interaksi-interaksi. Mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata. Perkenalkan secara berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman, pelukan. Pasien autistik dapat merasa terancam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien tidak terbiasa.
5. Dengan kehadiran Anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain di lingkungannya. Kehadiran seseorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya, memberikan rasa aman.

5. Diagnosa 5 : Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
Intervensi :
• Berikan nutrisi yang memadai
• Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin
• Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down
• Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak
• Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas sehari-hari.


3.4 Implementasi
Dx 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya.
1. Melatih anak untuk mengucapkan kata sederhana ( “mama” “papa” ).
2. Menganjurkan ibu untuk selalu melatih anak bicara dan memancing anak untuk menyebut benda atau warna yang diinginkan.
3. Mendiskusikan upaya orang tua melatih anak berkomunikasi : ibu selalu mengajarkan anak menyebut benda di rumah.
4. Menyarankan ibu untuk sabar dan rajin dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadap anaknya.

Dx 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi.
1. Memberikan diet atau suplemen kalsium yang memadai
2. Memberikan pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat
3. Melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.

3.5 Evaluasi
Dx 2 : Cemas pada keluarga ( ibu ) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang gangguan perkembangan bicara yang dialami anaknya.
• Dorong orang tua untuk terus melatih anaknya dirumah baik secara verbal atau dengan alternatif lain seperti menggambar, menulis pesan di kertas dengan mudah di mengerti
• Ibu mengungkapkan mengerti keadaan anaknya, ibu mengungkapkan akan selalu melatih kemampuan bicara anaknya
• Ibu tampak tenang.
• Ibu mulai menerima dan mengerti apa yang harus dilakukan demi perkembangan anaknya.
• Anjurkan ibu untuk tetap sabar di dalam penanganan anaknya.
Dx 3 : Kurang pengetahuan keluarga mengenai proses osteoporosis dan program terapi.
1. Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.
o Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
o Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
o Meningkatkan tingkat latihan
o Gunakan terapi hormon yang diresepkan
o Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
2. Mendapatkan peredaan nyeri
o Mengalami redanya nyeri saat beristirahat
o Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
o Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
3. Menunjukkan pengosongan usus yang normal
o Bising usus aktif
o Gerakan usus teratur
4. Tidak mengalami fraktur baru
o Mempertahankan postur yang bagus
o Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
o Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
o Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
o Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
o Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
o Menciptakan lingkungan rumah yang aman
o Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan.

Dx 5 : Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.
1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga anak mendapat nutrisi yang cukup dan adekuat
2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin
3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik
4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketegantungan
Pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah tertib dan teratur, proses yang dapat diprediksi dari embriyo dan berlanjut sampai meninggal.
Masalah yang sering terjadi dalam tumbuh kembang meliputi; Gangguan bicara pada anak-anak, autis pada anak, kenakalan remaja, osteoporosis pda dewasa dan gangguan pnglihatan dan pendengaran pada lansia.

4.2 Saran
Lakukan hal yang terbaik buat keluarga kita, jika ada yang mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya, berilah support sehingga dia tidak merasa kecil hati.


DAFTAR PUSTAKA

Wiyono. Joko, ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA, Buntara Media, 2005.
Stanhope. Marcia, PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT, 2008.

TRAKEOSTOMI


2.1. TUMOR LARING
Tumor laring dibagi menjadi 2 yaitu tumor jinak laring dan tumor ganas laring
 Tumor jinak laring
Etiologi
Tumor jinak laring diduga disebabkan oleh virus

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari tumor jinak laring yaitu, Suara parau, batuk dan bila telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor.sedangkan manifestasi klinis yang terjadi pada tumor ganas laring yaitu: suara parau yang diderita cukup lama, tidak hilang timbul, makin lama makin berat. Kadang terdapat hemoptisis. Sesak nafas akibatnya tertutupnya jalan nafas oleh tumor, batuk dengan riak bercampur darah, dan penurunan berat badan.

Penatalaksanaan
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau sinar laser, tetapi kausal belum dilakukan karena etiologinya belum pasti. Juga diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus , hormone, kalsium atau ID metioni. Radioterapi tidak dianjurkan karena dapat berubah menjadi ganas.

Prognosis
Sering berulang. Pada pasien dewasa dengan riwayat merokok dan papiloma berulang dapat berubah menjadi ganas, meskipun tidak pernah menjalani radiasi.


 Tumor ganas laring
Etiologi
Tumor ganas laring belum diketahui pasti penyebabnya.

Manifestasi klinis
Dari pemerikasaan fisik tidak ada gejala khas pada stadium dini, tetapi penjalaran kekelenjar limfe leher akan memperlihatkan perubahan kontur leher dan hilangnya krepitasi tulang- tulang rawan laring. Dengan laringoskop langsung atau tak langsung dapat dinilai lokasi tumor, penyebaran, dan dilakukan biopsi. Factor predisposisi: rokok, alcohol, dan paparan sinar radioaktif.

Penatalaksanaan
Hasil pemeriksaan akan menentukan diagnosis dan stadium tumor berdasarkan Union Internasional Contre le Cancer( UICC ) untuk menetukan tindakan pengulangan. Stadium 2 dan 3 untuk operasi, dan stadium 4 operasi dengan rekonstruksi atau radiasi. Jenis pembedahanya adalah laryngektomi totalis atau parsial, disertai diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfe leher. Pemakaian sitostatika belum memuaskan karena mahal dan tidak dapat diselesaikan karena keadaan umumnya memburuk.
Akibat laringektomi, pasien menjadi afoni dan bernafas melalui stoma permanent dileher. Sehingga perlu dilakukan rehabilitasi umum. Melalui sosialisasi dan kemandirian, dan khusus, berupa rehabilitasi suara.

Prognosis
Dengan pengelolaan yang tepat, cepat, radikal, tumor ini mempunyai prognosis paling baik diantara tumor daerah traktus aerodigestifus


2.2. TRAKEOSTOMI
Definisi
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. Ketika selang indwelling dimasukkan kedalam trakea, maka istilah trakeostomi di gunakan. Trakeostomi dapat menetap atau permanent.
Trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obstuksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar atau paralise (dengan menutu trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea ada banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat trakeostomi diperlukan
Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.2
Indikasi trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dangangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi.Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas;1,2
1. timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular.
2. Pasien tampak pucat atau sianotik
3. disfagia
4. pada anak-anak akan tampak gelisah
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi;1,2,4
1. terjadinya obstruksi jalan nafas atas sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
2. untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator). apabila terdapat benda asing di subglotis. penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
3. mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.Indikasi lain yaitu:4
• Cedera parah pada wajah dan leher
• Setelah pembedahan wajah dan leher
• Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
Prosedur
Posedur trakeostomi biasanya dilakukan diruang operasi atau di unit perawatan intensif dimana ventilasi pasien dapat dikontrol dengan baik dan tehnik aseptic yang optimal dapat dipertahankan. Suatu lubang dibuat pada cincin trakea kedua dan ketiga. Setela trakea terpajan, selang trakeostomi balon dengan ukuran yang sesuai dimasukkan.
Selang trakeostomi dipasang di tempatnya dengan plaster pengencang mengelilingi leher pasien. Biasanya, kassa segi empat steril diletakkan di antara selang dan kulit untuk menyerap drainase dan mencegah infeksi.
Teknik Trakeostomi : Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter.1
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.1
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit. 1

Pembagian Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi dalam trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.1,3

Jenis Tindakan Trakeostomi
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Jenis Pipa Trakeostomi
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara
Komplikasi
Komplikasi dapata terjadi dini atau lanjut dalam perjalanan penatalaksanaan selang trakeostomi. Komplikasi bahkan dapat terjadi bertahun-tahun setelah selang trakeostomi dilepas. Komplikasi dini yang terjadi segera setelah trakeostomi dilakukan mencakup perdarahan, pneumotoraks, embolisme udara, aspirasi, emfisema subkutan atau mediastinum, kerusakan saraf laring kambuhan, atau penetrasi dinding trakea posteror.
Komplikasi jangka panjang termasuk obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi di atas lubang selang, infeksi, rupture arteri inominata, disfagia,fistula trakeoesafagus, dilatasi trakea, atau iskemia trakea, dan nekrosis. Stenosis trakea dapat terjadi setelah selang dilepaskan.

Perawatan trakeostomi
Pengisapan trakea ( selang trakeostomi atau endotrakea ). Saat selang trakeostomi atau endotrakea terpasang, biasanya diperlukan pengisapan sekresi pasien karena keefektifan mekanisme batuk menurun. Pengisapan trakea dilakukan ketika bunyi nafas tambahan terdeteksi atau ketika terdapat sangat banyak sekresi. Pengisapan yang tidak diperlukan menyebabkan broncospasme dan menyebabkan trauma pada mukosa trakea.
Semua peralatan yang kontak langsung dengan jalan nafas bawah pasien harus steril untuk mencegah infeksi paru dan sistemik yang membahayakan.
Penatalaksanaan balon. Sebagai aturan umum, balon pada selang endotrakea atau trakeostomi harus mengembang. Tekanan didalam balon harus serendah mungkin sehingga memungkinkan pengiriman volume tindal yang adekuat dan mencegah aspirasi pulmonal. Biasanya tekanan dipertahankan dibawah 25 cm H2O untuk mencegah cedera dan diatas 20 cm H2O untuk mencegah aspirasi. Tekanan cuff harus dipantau sedikitnya 8 jam dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada pilot balon sedang atau melakukan teknik penggunaan volume kebocoran minimal atau volume oklusi minimal. Dengan intubasi jangka panjang, tekanan yang paling tinggi diperlukan untuk mempertahnkan penutupan yang adekuat.
Perawatan pasien dengan trakeostomi:
Cuff Trakeostomi Rasional
1. Selang balon (udara dimsukkan kedalam cuff) diperlukan selam ventilasi mekanis yang sama Tuuan dari penggunaan selang balon adalah untuk mencegah kebocoran udara selama ventilasi tekanan positif dan untuk mencegah aspirasi trakea dan kandungan lambung. Seal yang adekuat dibutuhkan karma kebocoran dari mulut atau trakeostomi yang tidak tampak atau halus, bunyi gurgling udara yang dating dari tenggorokan yang tidak tampak
2. Cuff tekanan rendah Cuff tekanan rendah mengeluarkan tekanan minimal pada mukosa trakea dan dengan demikian mengurang bahaya ulserasi trakea dan striktura.
Selang trakeostomi dan perawatan kulit
• Inspeksi balutan trakeostomi terhadap kelembaban atau drainage Balutan trakeostomi diganti sesuai kebutuhan untuk menjaga kulit tetap bersih dan kering. Janganbiarkan balutan basah tetap terpasang di atas kuli
• Cuci tangan Pencucian tangan mengurangi bakteri pada tangan
• Jelaskan prosedur pada pasien Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah, membutuhkan penenangan dan perhatian teru-menerus
• Kenakan sarung tangan, lepas balutan yang basah dan buang Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh dengan balutan yang terkontaminasi mengurangi kontaminai silang
• Siapkan peralatang steril, termasuk hydrogen peroksida, normal salin, aplikator berujung kapas, balutan. Dengan menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan memungkinkan prosedur diselesaikan dengan efektif.
• Kenakan sarung tangan steril Meminimalkan flora permukaan pada saluran pernafasan yang steril
• Bersihkan luka dan lempeng trakeostomi dengan aplikatos steril yang dibasahi dengan hydrogen peroksida. Bilas dengan salin steril Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan sekresi yang mengering. Pembilasan mengurangi residu kulit
• Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika diresepkan Memberikan perlindungan bakteristatik topical
• Jika tali yang lama telah basah, letakkan tali twill dalam posisinya untuk mengamankan selang trakeostomi. Masukkan satu ujng tali melalui lubang samping kanula terluar. Lingkarkan tali tersebut sekeliling leher pasien dan ikatkan tali tersebut melalui lubang yang berlawanan dari kanula terluas. Kumpulkan kedua ujungnya sehingga keduanya berytemu pada satu sisi leher. Amankan dengan simpulan. Kencangkan hanya sampai dua jari yang dapat menyusup diantara tali tersebut. Ini akan menambah ketebalan ganda pada tali sekitar leher. Selang trakeostomi dapat terlepas dengan gerakan atau batuk yang dibiarkan tidak diikat. Akan sulit untuk memasukkan untuk memasukkan selang trakeostomi kembali, dan gawat panas dapat terjadi jika selang trakeostomi terlepas.
Lepaskan tali yang lama dan buang
• Gunakan balutan trakeostomi steril, dan paskan dengan baik dibawah tali twill dan flagel selang trakeostomi sehingga insisi tertutup Balutan yang dapat terlepas-lepas benangnya tidak digunakan di sekitar trakeostomi karena bahaya dari material, kain tiras yang dapat masuk kedalam trakea, sehingga menyebabkan obstruksi. Balutan khusus yang tidak mempunyai kecenderungan terlepas-lepas benagnya digunakan untuk keperluan ini.


BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Tumor laring dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas.yang jinak disebabkan oleh virus sering berulang pada pasien yang merokok dan papiloma berulang dapat berubah menjadi ganas, meskipun tidak pernah menjalani radiasi. Sedangkan tumor ganas laring penyebabnya belum diketahui secara pasti. Factor predisposisi: rokok, alcohol, paparan sinar radioaktif. Dengan pengelolaan yang cepat, tepat, dan radikal. Tumor ini mempunyai prognosis paling unik diantara tumor daerah traktus aerodigestivus.
Trakeostomi merupakan prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. dilakukan untuk memintas suatu obstuksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial. Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan penggunaan sementara.
 Saran
Pada tindakan dilakukannya trakeostomi salah satu keadaan indikasinya adalah tumor laring/faring, dalam makalah ini terdapat penjelasan singkat tentang keduanya. Dengan membaca makalah ini and adapt mengetahui tentang tumor laring dan tindakan trakeostomi.


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif,DKK, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Suddart & Brunner, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Partanto,Pius.1994 , Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola

ASKEP KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA MENGALAMI HIPERTENSI / CVA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi ( Tekanan Darah Tinggi ) adalah penyakit dimana umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Dimana tekanan darah itu sendiri adalah tekanan didalam pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut 120/180 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka. Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih. Dikatakan hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi ( misalnya 160/90 mmHg ) sebanyak dua kali dalam tiga kali pengukuran, selama paling sedikit dua bulan.


1.2. Tujuan
• Untuk mempelajari Asuhan keperawatan Hipertensi pada keluarga
• Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga tentang : tanda, gejala dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hipertensi
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Keluarga
Pengertian
Asuhan keperawatan keluarga menurut Salvicion G. Bail.on dan Aracelis Maglaya 1978.
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang di rawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sarana atau penyalur.

2.2 Konsep CVA
CVA / Stroke disebut juga dengan serangan otak, merupakan jenis penyakit yang paling banyak dialami oleh orang yang berusia sudah tua. Stroke terjadi karena aliran darah yang mengalir ke daerah otak menjadi terputus sehingga sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan glukosa yang dibawa oleh darah pada akhirnya tidak berfungsi afektif dan menjadi mati.
Ada 2 tipe stroke :
1. Stoke iskemik kurang lebih memiliki pola kerja atau gangguan yang hamper sama seperti serangan jantung. Perbedaannya adalah terjadinya gangguan ini ada didalam pembuluh darah yang terdapat dalam otot. Stroke iskemik juga dapat terjadi apabila terlalu banyak plak (endapan lemak dan kolesterol yang menyumbat pembuluh darah di otak).
2. Stroke hemoragik, stroke ini terjadi karena adanya keretakan atau terpecahnya pembuluh darah yang ada di otak. Akibat terjadinya pemecahan ini, maka darah yang mengalir ke dalam jaringan otak menyababkan terjadinya kerusakan, terutama pada sel-sel otak.



Gejala umum terjadinya stroke ditandai dengan beberapa hal, antara lain :
• Mengalami kelemahan, atau bahkan mati rasa, terutama pada bagian wajah, lengan, dan tungkai pada salah satu sisi tubuh.
• Mengalami kekaburan penglihatan, atau bahkan mungkin hilangnya penglihatan dan kekaburan pada salah satu mata.
• Mengalami kesulitan untuk berbicara atau sulit memahami apa yang sedang dibicarakan orang lain kepadanya.
• Mengalami sakit kepala yang amat sangat, tanpa diketahui sebab-sebabnya.
• Mengalami kehilangan keseimbangan tubuh atau mengalami ketidakstabilan pada saat berjalan.

Ada dua factor resiko yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya stroke :
1. Factor resiko yang dapat dikendalikan.
Faktor resiko bagi penderita stroke yang masih dapat dikendalikan sehingga mereka masih memiliki peluang untuk disembuhkan, meliputi : sekaligus menderita hipertensi, menderita diabetes, mengalami peningkatsn kolesterol yang cukup tinggi, pecandu alcohol, perokok, mengalami kelebihan BB, dan menderita penyakit arteri koroner.
2. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
Sementara penderita stroke yang factor resikonya tidak dapat dikendalikan sehingga ulit disembuhkan secara medis, antara lain : factor usia yang sudah mencapai 65 thn ke atas, jenis kelamin (seorang pria memiliki potensi yang lebih banyak mengalami stroke, sedangkan wanita lebih berpotansi mengalami stroke yang lebih mematikan), factor sejarah keluarga, artinya seseorang yang memiliki gen dari sebuah keluarga yang mengalami stroke, maka factor itu secara medis biasanya akan sullit dikendalikan.



2.3 Konsep Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseoarang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal 356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.

B. Etiologi
Hipertensi adalah asimtomatik. Gejala-gejala menandakan kerusakan pada organ targeet seperti otak, ginjal, mata, dan jantung. Bila tak teratasi, hipertensi dapat menimbulkan stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
(Mansjoer Arif,dkk,1999 hal 518)
1. Esensial (primer/idiopatik) etiologi tak diketahui, dapat dipercepat atau maligna, namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress
2. Sekunder atau hipertensi renal disebabkan oleh proses penyakit dasar. Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.
Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain:
• Keturunan
• Usia
• Berat badan
• Perokok
• Pola makan dan gaya hidup
• Aktivitaas olah raga

C. Patofisiologi
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Penurunan kesadaran, daan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.

D. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National Committee on Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519, dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 – 139 85 – 89
b. Perbatasan 140 – 159 90 – 99
c. Hipertensi tingkat I 160 – 179 100 – 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110



E. Manifestasi Klinik
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala bila demikian, gejala baru ada setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang dan pusing . (Mansjoer Arif, dkk, 1999).
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).Pada tingkat awal sesungguhnya, Hipertensi asimtomatis, mempunyai gejala :
1. Sakit kepala : pada occipital,, seringkali timbul pada pagi hari.
2. Vertigo dan muka merah.
3. Epistaksis sppontan.
4. Kelelahan
5. Mual dan muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Penglihatan kabur atau scotomas dengan perubahan retina.
9. Kekerapan nocturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh gangguan ginjal.
10. Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan, maka akan terjadi :
a. Insufiensi koronen dan penyumbatan.
b. Gagal jantung.
c. Gagal ginjal.
d. Cerebrovaskular accident (stroke).




F. PNP
Pathway Keperawatan disusun dengan mengambil sumber dari ;Kapita Selecta Kedokteran, Jilid I, Ed. Ketiga, 1999 dan Nasrul Effendy, Asuhan Keperawatan Keluarga, 1999.


























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Demografi :
• Usia : Terjadi pada usia 30-40 tahun
• Ras : terjadi dua kali lebih besar pada orang kulit hitam (orang afrika)
• Jenis kelamin : meningkat pada laki-laki

B. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
• Kegemukan / obesitas
• Riwayat keluarga positif
• Peningkatan kadar lipid serum
• Merokok sigaret berat
• Penyakit ginjal
• Terapi hormon kronis
• Gagal jantung
• Diet
• Kehamilan

C. Pemeriksaan fisik :
• Otak : sakit kepala, mual, muntah,kebas kaki atau kesemutan pada ekstremitas,ensefalopati hipertensif (mengantuk, kacau mental, kejang atau koma).
• Mata :retinopati (hanya dapat dideteksi dengan menggunakan oftalmoskop yang menunjukkan hemoragi retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
• Jantung :gagal jantung (dispnea ppada pengerahan tenaga,takikardia)
• Ginjal : penurunan pengeluaran urin dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba dan edema.

D. Pemeriksaan Diagnostik
• Sinar X dada dapat menunjukkan kardiomegali
• EKG dapat menunjukkan proteinuria, hematuria mikroskopik
• Survei kimia dapat menunjukkan peningkatan kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN)
• Profil lipid dapat menunjukkan peningkatan kolesterol dan trigliserida
• Elektrolit serum dapat menunjukkan peningkatan natrium
Kadar katekolamin meningkat bila hipertensi disebabkan oleh feikromositoma (tumor medulla adrenal)

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

3.3 Intervensi
1. Diagnosa : Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kenaikan tekanan darah diatas 140/90 mmHg.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan dan penyuluhan, keluarga mampu mengenal masalah kesehatan.


Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
Rasional : persepsi yang salah dapat menghambat program pengobatan .
• Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala hipertensi.
Rasional : keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengertian, penyebab , tanda dan gejala dari hipertensi.
• Jelaskan cara pencegahan hipertensi
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan hipertensi
• Beri kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
Rasional : makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak akan memperberat hipertensi.
• Jelaskan pada keluarga akibat lanjut dari hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui akibat lanjut hipertensi bila tidak ditangani.
• Bimbing keluarga untuk mencegah serangan.
Rasional : dengan membimbing keluarga diharapkan tidak terjadi serangan ulang.
• Diskusikan bersama keluarga cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
Rasional : memberikan pengetahuan pengolahan makanan dimana keluarga membuat pertimbangan dalam mengolah makanan untuk penderita hipertensi.
• Bimbing keluarga untuk melakukan pencegahan dan perawatan hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui dan memahami perawatan hipertensi dengan benar.

• Jelaskan pada keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan.
Rasional : keluarga dapat memilih fasilitas kesehatan yang sesuai dengan pilihannya.
• Tanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan apabila ada keluarga yang sakit.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga apabila ada keluarga yang sakit.
• Anjurkan untuk mengunjungi tempat pelayanan kesehatan bila sakit.
Rasional : keluarga dapat mengunjungi fasilitas kesehatan yang ada.

2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan atau penyuluhan , diharapkan nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau penyuluhan kesehatan diharapkan keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga tentang relaksasi.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai relaksasi.
• Diskusikan cara relaksasi.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana keluarga dapat membuat pertimbangan dalam melakukan relaksasi.
• Beri penjelasan tentang relaksasi.
Rasional : memberikan informasi yang benar sehingga tahu tentang relaksasi.
• Demonstrasikan tekhnik relaksasi
Rasional : melihat secara langsung tekhnik relaksasi.
• Beri kesempatan redemonstrasi relaksasi.
Rasional : dapat melakukan relaksasi tanpa bantuan.
• Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : keluarga tahu penyebab nyeri sehingga tidak salah dalam menangani atau mengobati nyeri.
• Bimbing keluarga untuk mengurangi nyeri.
Rasional : keluarga mampu mengurangi / menanggulangi nyeri.
• Diskusikan cara mengurangi nyeri
Rasional : keluarga membbuat pertimbangan untuk mengatasi nyeri.
• Jelaskan tentang akibat nyeri
Rasional : keluarga mampu menangani nyeri sedini mungkin.
• Ulangi penjelasan yang kurang dimengerti.
Rasional : keluarga mengerti betul akibat nyeri.
• Jelaskan pada keluarga tempat–tempat pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
Rasional : untuk mengarahkan keluarga ke mana harus membawa anggota keluarganya yang sakit.
• Tanyakan fasilitas kesehatan mana yang akan digunakan keluarga kaitannya dengan sakit yang di derita anggota keluarganya.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga tentang adanya fasilitas kesehatan yang ada.
• Anjurkan pada keluarga untuk mengunjunginya.
Rasional : keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.





3.4 Implementasi
1. Diagnosa 1 :
• Menggali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
• Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan hipertensi.
• Mendiskusikan cara pencegahan hipertensi.
• Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Menjelaskan pada keluarga komplikasi dari penyakit hipertensi.
• Mendiskusikan cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
• Memberikan bimbingan cara pengolahan makanan.
• Menggali pengetahuan keluarga tentang perawatan hipertensi.
• Membimbing keluarga tentang pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Mengulangi penjelasan cara perawatan hipertensi.
• Menjelaskan pada keluarga berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat didunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas kesehatan yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi pelayanan kesehatan terdekat.

2. Diagnosa 2 :
• Menanyakan pada keluarga tentang relaksasi.
• Mendiskusikan cara menangani nyeri.
• Memberi penyuluhan tentang relaksasi.
• Melakukan demonstrasi relaksasi.
• Memberikan keempatan pada keluarga untuk redemonstrasi relaksasi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang penyebab nyeri.
• Mendiskusikan dengan keluarga untuk mengurangi nyeri.
• Memberikan bimbingan untuk mengurangi nyeri.
• Menjelaskan tentang akibat nyeri.
• Mengulangi penjelasan agar lebih jelas lagi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.

3.5 Evaluasi
1. Diagnosa 1 :
• Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang hipertensi.
• Keluarga sudah tahu tentang tanda dan gejala serta pencegahan dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Keluarga mengatakan sudah jelas dengan materi yang disampaikan oleh perawat.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang komplikasi dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pengolahan makanan bagi penderita hipertensi.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang perawatan hipertensi dengan di bantu oleh penyuluh.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Keluarga mengatakan penjelasan yang disampaikan cukup jelas.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis fasilitas pelayanan kesehatan,
• Keluarga mengatakan mau mengunjungi Puskesmas untuk mengobati sakitnya.


2. Diagnosa 2 :
• Keluarga sudah tahu tentang relaksasi.
• Keluarga mampu melakukan relaksasi.
• Keluarga mampu menyebutkan penyebab nyeri.
• Keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengurangi nyeri.
• Keluarga mampu menyebutkan akibat nyeri yang berkelanjutan.
• Keluarga dapat mengerti fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Keluarga mengatakan akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada bila ada yang mengalami gangguan kesehatan, mau mengunjungi Puskesmas.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
• Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
• Hipertensi disebabkan oleh pola makan dan kebiasaan yang kurang baik, begitu juga factor usia dan keturunan termasuk factor resiko terjadinya hipertensi.
• Keluarga dengan salah satu anggota mengalami hipertensi harus mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan hipertensi dan komplikasi hipertensi yang bisa menyebabkan CVA / stroke.

4.2 Saran
• Hindari makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak karena hal itu akan memperberat hipertensi.
• Olahraga yang cukup dan terapkan pola hidup yang sehat, berhenti merokok.
• Pergilah ke pelayanan kesehatan untuk memeriksa keadaan tubuh jika dirasa ada yang sakit, sehingga penyakit akan diketahui sedini mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 1998. Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta : EGC.

FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta : 2001.

Mansjoer Arif, dkk, The sixt Report of Join National Committee on Prevention (JNL, 1997).

Scribd, Askep Hipertensi dan CVA, 2009.

Susilawati. Kumpulan Askep. 29 Februari 2008.

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Ricky’s Blog. Askep Hipertensi.

HUKUM PEMAKAIAN INSULIN DALAM ISLAM


A. Definisi
Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga mengambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein – hormon ini memiliki properti anabolik. Hormon tersebut juga mempengaruhi jaringan tubuh lainnya. Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes mellitus.
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut, sedangkan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah atau kebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah.

B. Penyebab Diabetes Mellitus
Dengan meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka kebutuhan hidup manusia terhadap insulin akan semakin meningkat pula. Karena secara alami, dengan meningkatnya usia, maka fungsi pancreas semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pancreas, maka menurun pula fungsi insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan semakin menurun, pada saat itu manusia akan terkena penyakit yang biasa di sebut kencing manis (Diabetes Mellitus) dan perlu suntikan insulin.

C. Bahan Pembuatan Insulin
Pernah di coba membuat insulin dari ekstraksi pancreas sapi, dan hasilnya kurang menggembirakan. Dari seekor sapi hanya di hasilkan insulin ½ cc saja, yang berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seseorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari pancreas kera, menunjukkan bawa gennya tidak cocok dengan manusia. Akhirnya di coba membuat insulin dari pancreas babi, ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc nya pun mencukupi.
Pada mulanya insulin dibuat dari gen pancreas babi yang di klon dalam bakteri dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dari gen pancreas babi di klon dalam ragi. Karena organism dalam ragi lebih komplek dari bakteri, maka hasilnya akan lebih baik. Dari satu gen pancreas babi yang di klon dalam ragi pada tabung fermenator kapasitas 1000 liter di hasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses itulah yang akan beredar di seluruh dunia.

D. Hukum Pemakaian Insulin
Hukum Islam dalam pemakaian insulin yang terbuat dari bahan pancreasnya babi adalah BOLEH jika tidak di temukan obat lain dari bahan yang suci.

RETINOBLASTOMA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat menakutkan, dari oaring dewasa sampai anak-anak tidak luput dari cengkeramannya. Dan ternyata Kanker Retina Mata merupakan penyakit kanker yang menempati urutan nomor dua terbanyak selain kanker darah atau leukemia. Penyakit kanker retina ini ditandai dengan bercak putih. Dan ternyata kanker retina ini menyerang anak-anak yang berumur 0-5 tahun. Dan juga berdasarkan data badan kesehatan dunia penderita kanker ini terus meningkat dan mencapai 2-4% diseluruh dunia. Di Indonesia 9.000 penderitanya kanker retina, ini disebut juga RETINOBLASTOMA termasuk penderita yang jumlahnya tertinggi.
Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik atau pengaruh lingkungan dan infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit retinoblastoma.

1.2 Tujuan
 Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah yang telah di berikan.
 Untuk mempelajari tentang retinoblastoma.
 Untuk mengetahui bagaimana penyebab dan pencegahan retinoblastoma.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun. 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma.
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor diretina dapat tumbuh kedalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan kalsifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan retinoblastoma. Pewarisan ke saudara sebesar 4-7%.

2.2 Etiologi
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau diturunkan. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).


2.3 Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera , terutama hati.

2.4 Klasifikasi
1. Golongan I
 Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.
 Terdapat pada atau dibelakang ekuator
 Prognosis sangat baik
2. Golongan II
 Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil
 Prognosis baik
3. Golongan III
 Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
 Prognosis meragukan
4. Golongan IV
 Tumor multiple sampai ora serata
 Prognisis tidak baik
5. Golongan V
 Setengah retina terkena benih di badan kaca
 Prognosis buruk
 Terdapat tiga stadium dalam retinoblastoma :
• Stadium tenang
Pupil lebar, dipupil tampak refleks kuning yang disebut “automatic cats eye”.
• Stadium glaukoma
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokular meningkat.
• Stadium ekstraokuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya

2.5 Tanda dan Gejala
• Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.
• Tanda dini retinoblastoma adalah mata merah, mata juling atau terdapat warna iris yang tidak normal.
• Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata depan, uveitis, endoltafmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
• Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
• Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
• Tajam penglihatan sangat menurun.
• Nyeri
• Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.

2.6 Pencegahan
Jika di dalam keluarga terdapat riwayat retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetik untuk membantu meramalkan resiko terjadinya retinoblastoma pada keturunannya.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Retinoblastoma adalah tumor ganas utama intraokular yang ditemukan pada anak- anak. Trauma pada usia dibawah lima tahun. Tumor barasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral(70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Penyakit mata ini disebabkan oleh kehilangan 2 kromosom dari 1 pasang alel dominan protektif yang berada pada dalam pita kromosom 13q14.bisa karena mutasi dan diturunkan.
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain di mata. Bila letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang makin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda- tanda peradangan diviterus( vitreous seeding ) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel- sel tumor terlepas dan masuk kesegmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda- tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan infasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera atau kejaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal.

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus pada perilaku manusia. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang terdidik dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk mengelola perawat profesional serta pekerja keperawatan non profesional.
Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari orang lain mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada pimpinan dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.
Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.

1.2 Tujuan
 Belajar tentang manajemen kepemimpinan dalam keperawatan.
 Menganalisis sebuah masalah yang behubungan dengan kepemimpinan.
 Menjelaskan tentang teori dasar kepemimpinan.



1.3 Rumusan Masalah
Perawat Anna Alfathunnisa sudah 10 thn bertugas sebagai perawat di RSUD Dr. Wirosableng. Sekarang perawat anna baru pulang dari tugas belajar program pendidikan Ners dan mendapatkan promosi sebagai kepala ruangan Kelantan. Perawat anna selalu member instruksi terhadap perawat yuliana, sedangkakkn perawat husna diberikan kebebasan untuk bertindak.
Klarifikasi :
 Kepemimpinan?
- Bagaimana kekuasaan dalam kepemimpinan?
- Apa macam-macam teori kepemimpinan?
 Gaya kepemimpinan?
- Apa macam-macam gaya kepemimpinan?
- Masalah diatas termasuk pada gaya kepemimpinan yang bagaimana?
 Kepemimpinan yang efektif?
- Bagaimana kepemimpinan yang efektif dapat diterapkan dalam masalah diatas?




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu situasi tertentu (Paul Hersay, Ken Blanchard).
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan lebih besar untuk menunjukkan dan mempengaruhi perilaku yang lain dibanding dipengaruhi (Nur Salam).

2.2 Kekuasaan dalam Kepemimpinan
Menurut Gardner yang dikutip oleh Russel C. Swanburg (2000) mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kapasitas uuntuk memastikan hasil dari suatu keinginan dan untuk menghambat mereka yang tidak mempunyai keinginan.
Dasar - dasar kekuasaan :
Franch dan Raven mengemukakan lima dasar kekuasaan interpersonal, yaitu :
a. Kekuasaan legitimasi
Kekuasaan yang sah adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi sehubungan dengan posisinya. Kekuasaan legitimasi tidak tergantung kepada bawahan. Seseorang dengan posisi yang lebih tinggi dalam organisasi mempunyai kekuasaan pada orang-orang yang di bawahnya.
b. Kekuasaan penghargaan
Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai, misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain-lain.
c. Kekuasaan paksaan
Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan dengan hukuman. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
d. Kekuasaan kharisma
Seseorang pemimpin yamg kharismatik dapat mempengaruhi orang karena benar - benar dari pribadi dan tingkah laku dari pimpinan tersebut.
e. Kekuasaan ahli
Seseorang yang mempunyai keahlian khusus mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kekuasaan ini tidak terikat pada urutan tingkatan.
Kelima dari tipe kekuasaan interpersonal di atas adalah saling ketergantungan karena tipe-tipe tersebut dapat dipakai dengan cara dikombinasikan dengan berbagai cara dan masing-masing dapat mempengaruhi yang lainnya.
Dalam kasus diatas sangat nampak bahwa kekuasaan paksaan sangat dominan, seharusnya seorang bawahan/ karyawan harus menghasilkan sifat produktif, yang memerlukan instruksi dan keadilan dari seorang pemimpin, supaya tujuan yang akan dicapai bisa berhasil dan memuaskan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menghendaki kekuasaan akan mempengaruhi tingakah laku dari para pegawai untuk suatu kebaikan dari organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi.

2.3 Macam-macam Teori Kepemimpinan
a. Teori Bakat
Seorang pemimpin dilahirkan artinya, bakat-bakat tertentu yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin diperoleh sejak lahir.
b. Teori Situasi
Muncul akibat hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan seoranng pemimpin, tapi dapat menjadi pemimpin yang baik.
c. Teori Ekologi
Seseorang memang dapat dibentuk utnuk menjadi seorang pemimpin tapi utnuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.

d. Teori Z
Dikemukakan oleh Ouchi (1981), teori ini merupakan pengembangan dari teori Y dari Mc Gregar dan mendukung gaya kepemimpinan demokratif. Teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan menempatkan pegawai sesuai keahliannya.
e. Teori Interaktif
Schein (1970) menekankan bahwa staf/pegawai adalah manusia sebagai suatu system terbuka yang selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
f. Teori Kontemporer
Ada 4 komponen dalam teori ini :

- Manajer
- Staf dan atasan
- Pekerjaan
- Lingkungan


2.4 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan diartikan sebagai penampilan karakteristik atau tersendiri juga didefinisikan sebagai hak istimewa yang tersendiri. Gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh sifat dan perilaku yang dimiliki oleh pemimpin. Karena setiap orang memiliki kemampuan yang tidak sama, maka gaya kepemimpinannya pun juga tidak sama dan sering di kaitkan dengan pola manajemen (pattern of manajemen) dan dengan pembicaraan tentang perilaku.
 Macam-macam Gaya Kepemimpinan :
• Otokratis
Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.
• Laissez-faire
Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya.

• Gaya Kepemimpinan Diktator
Pada gaya kepemimpinan diktator ( dictatorial leadership style ) ini upaya mencapai tujuan dilakukan dengan menimbulkan ketakutanserta ancaman hukuman. Tidak ada hubungan dengan bawahan, karena mereka dianggap hanya sebagai pelaksana dan pekerja saja.
• Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pada gaya kepemimpinan demokratis ( democratic leadership style ) ditemukan peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Hubungan dengan bawahan dibangun dengan baik, tapi dalam mengambil keputusan cenderunng lambat.
Masalah diatas dalam melakukan kepemimpinan menggunakan gaya otokratisa dan laissez-faire, karena pada perawat Yuliana selalu diberi instruksi, sehingga gaya ini mengacu pada gaya kepemimpinan otokratis, karena gaya ini ditandai dengan ketergantungan dan menganggap seseorang tidak akan melakukan apa-apa kecuali diperintah. Begitu juga sebaliknya pada perawat husna mengacu pada gaya laissez-faire, karena selalu diberikan kebebasan dan segala sesuatu akan berjalan dengan sendirinya.

2.5 Kepemimpinan yang Efektif
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai hasil yang memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat.
Kepemimpinan yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara tenaga kerja, bahan dan waktu.
Pemecahan masalah yang tepat, agar masalh kepemimpinan dalam masalah di atas adalah dengan pemimpin yang netral, yang tidak memutuskan dan tidak ambil bagian dalam isi diskusi kelompok sebenarnya, namun membantu para anggota untuk berkomunikasi secara efektif.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari masalah diatas dapat disimpulkan bahwa perawat anna melakukan kepemimpinan menggunakan gaya otokratisa dan laissez-faire. Kekuasaan yang di pakai juga hanya menggunakan kekuasaan paksaan, sehingga tidak bisa menghasilkan karyawan yang produktif.

3.2 Saran
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menghendaki kekuasaan akan mempengaruhi tingakah laku dari para pegawai untuk suatu kebaikan dari organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi.



DAFTAR PUSTAKA

Company, Wb. Saunders, 1989, MANAJEMEN KEPERAWATAN.

Graha Cendikia, KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN.

Nadine, MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN, Education 2008.

Swanburg, C. Russel, PENGANTAR KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN, Jakarta : EGC, 2000.

RINITIS DAN SINUSITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.
Seperti diketahui, meskipun data-data yang akurat belum ada di Indonesia tetapi rinitis dan sinusitis merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai pada praktek sehari-hari.
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan, secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung, sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis.
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna.

1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang Rinitis.
2. Menjelaskan tentang Sinusitis.

1.3 Tujuan
1. Untuk mempelajari bagaimana penyebaran penyakit rhinitis dan sinusitis.
2. Untuk mempelajari tentang tindakan keperawatan bagi pasien rhinitis dan sinusitis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 RINITIS
2.1.1. Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabnya :
Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis.( www. Google.com )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 )

2.1.2. Etiologi
Rhinitis non alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke dalam hiidung, deformitas structural, neoplasma dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontasepsi oral, kokain, dan antihipertensif.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu:
a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya.
b. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.
• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
a. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik.
b. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier.
c. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

2.1.3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala rhinitis :
• Kongesti nasal
• Rabas nasal (purulen dengan rhinitis bakterialis)
• Gatal pada nasal dan bersin-bersin.
• Sakit kepala dapatt saja terjadi terutama jika terdapat juga sinusitis.

Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang tidak banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal dimata,. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau.


2.1.4. Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).

2.1.5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabnya, yang mungkin diidentifikasi dengan riwayat kesehatan komplit dan menanyakan pasien tentang kemungkinan pemajaan terhadap allergen di rumah, lingkungan atau tempat kerja. Jika gejala menunjukkan rhinitis alergik, mungkin dilakuakan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk antihistamin, dekongestan, kortikosteroid tropical, dan natrium kromolin. Obat-obat yang diresepkan biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala pasien.

2.1.6. Intervensi Keperawatan
Pasien dengan rhinitis alergik diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap, bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.







2.2 SINUSITIS
2.2.1 Definisi
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya, akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi).
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth, 2001)
Rinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan lapisan mukoperiosteum hidung maupun sinus. Konsep yang telah diketahui bersama yang memegang peranan penting terjadinya rinosinusitis adalah komplek osteomeatal. Dimana inflamasi pada mukosa osteomeatal, terganggunya aerasi-drainase sinus dan kegagalan fungsi transpor mukosiliar merupakan penyebab rinosinusitis. Penyakit ini merupakan penyakit umum yang dapat mengenai anak-anak ataupun dewasa, pada pria dan wanita tidak ada perbedaan yang bermakna.
Untuk mendiagnosis rinosinusitis akut lebih mudah oleh karena adanya tanda dan gejala yang cukup jelas. Rinosinusitis kronik jauh lebih menantang karena sering tersamarkan oleh penyakit yang lain, demikian juga penanganannya. Berbagai perbedaan pendapat masih banyak terjadi mulai dari menentukan diagnosis, sarana diagnosis dan penanganannya, oleh karena itu diperlukan standarisasi yang jelas.

2.2.2 Etiologi
1. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
• Rinitis Akut (influenza)
• Polip, septum deviasi
2. Dentogen
Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas dan penyebabnya adalah kuman :
• Streptococcus pneumoniae
• Hamophilus influenza
• Steptococcus viridans
• Staphylococcus aureus
• Branchamella catarhatis

2.2.3 Manifestasi Klinis
Task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit. :
Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu, rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan/infeksi akut pada infeksi kronik.
Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat. Gejala RSA ringan : adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala/wajah tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi) (Brook, 2001).
Kriteria gejala RSA menurut AAOA dan ARS
• Gejala mayor : sakit daerah muka, hidung buntu, ingus purulen/post nasal drip, gangguan penciuman, demam.
• Gejala minor : batuk-batuk, lendir ditenggorok, nyeri kepala, nyeri geraham, halitosis.
RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor atau lebih , atau 1 gejala mayor dan 2 minor.

Menurut Brunner dan Suddarth, 2001. Sinusitis dibagi menjadi 2, yaitu Sinusitis akut dan Sinusitis Kronis.
Sinusitis Akut :
Gejala Sinusitis akut mencakup tekanan, nyeri d atas area sinus dan area nasal yang purulen. Sinusitis akut terjadi akibat infeksi traktus respiratorius atas, terutama infeksi firus atau eksaserbasi rhinitis alergika.
Pengkajian riwayat kesehatan dan diagnostic yang cermat, termasuk pemeriksaan rontgen sinus, dilakukan untuk menyingkirkan kelainan lain yang bersifat sistemik atau setempat, seperti tumor, fistula, dan alergi. Kompilkasi sinusitis walaupun tidak umum adalah termasuk selulitis orbital parah, abses subperiosteal, thrombosis sinus karvenosus, meningitis dan bases otak.

Sinositis Kronis :
Biasanya disebabkan oleh obstruksi hidung kronik akibat rabas dan edema membrane mukosa hidung. Pasien mengalami batuk karena tetesan konstan rabas kental kearah nasofaring, dan sakit kepala kronik pada daerah periorbital dan nyeri wajah, yang paling menonjol pada saat bangun tidur pada pagi hari.

2.2.4 Patofisiologi
Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.
Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (steptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan imunodefisiensi.
Faktor predisposisi lokal yang harus dicermati adalah :
1. Adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok)
2. Konka bulosa
3. Massa (tumor)
4. Adanya gangguan fungsi silia
5. Pemasangan tampon yang lama.

2.2.5 Komplikasi
Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena :
1. Terapi yang tidak adekuat
2. Daya tahan tubuh yang rendah
3. Virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan.

Komplikasi ke mata
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis : batas medial sinus etmoid dan sfenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus maksila. Rinosinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era pre antibiotik hampir 50 % terjadi komplikasi ke mata, 17 % berlanjut ke meningen dan 20 % terjadi kebutaan.
Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-nak lebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa. Etmoiditis sering menimbulkan komplikasi ke orbita, diikuti sinusitis frontal dan maksila.
Komplikasi dapat melalui 2 jalur :
1. Direk/langsung : melalui dehisensi konginetal ataupun adanya erosi pada tulang barier terutama lamina papirasea.
2. Retrograde tromboplebitis : melalui anyaman pembuluh darah yang berhubungan langsung antara wajah, rongga hidung, sinus dan orbita.

Klasifikasi ada 5 kategori (Chandler at al) :
1. Selilitis periorbita : gejala yang tampak adanya odem dan hiperemis daerah periorbita.
2. Selulitis orbita : tampak adanya proptosis, kemosis, penurunan gerak ekstra okuler.
3. Abses subperiosteal : tertimbunnya pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Gejala proptosis lebih jelas dan penurunan gerak.
4. Abses orbita : pus tertimbun di dalam orbita, gejalnya optalmoplegi, proptosis dan kebutaan.
5. Trombosis sinus kavernosus : sama dengan gejala nomor 4 disertai tanda-tanda meningitis.

Komplikasi intrakranial
Penyebab tersering komplikasi intrakranial adalah sinusitis frontal, diikuti sinusitis etmoid, sfenoid dan maksila.
Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut, ekaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentu.
Beberapa jalur untuk terjadinya infeksi ini antara lain :
1. Direk melalui jalan alami
2. Melalui anyaman pembuluh darah.

Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal :
1. Osteomielitis : penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan penimbunan pus di superiosteum.
2. Epidural abses terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam.
3. Subdural empiema, terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran menurun.
4. Abses otak. Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak, ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur.
5. Meningitis. Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena infeksi sekunder dari sinus etmoid dan sfenoid. Gejala-gejala tampak jelas : adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksilin dan ampisilin.
Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang lebih kering.

2.2.7 Intervensi Keperawatan
Pendidikan pasien merupakan aspek penting dari asuhan keperawatan untuk pasien dengan sinusitis akut dan kronis. Perawat dapat menginstruksikan pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan.

Pencegahan
• Hindari allergen yang menderita alergi
• Pertahankan kesehatan umum sehingga daya tahan tubuh alamiah tidak menurun.
- Makan diet yang tepat
- Olahraga
- Istirahat yang cukup
• Hindari orang yang menderita infeksi saluran nafas atas.
• Cari pertolongan medis jika gejala pernafasan atas menetap lebih dari 7-10 hari.
• Ingatkan pemberian perawat primer jika nyeri pada area sinus menetap atau jika terdapat rabas nasal dan terdapat perubahan warna dan bau busuk.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001). Rhinitis paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke dalam hidung. Pasien dengan rhinitis diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap, bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth, 2001). Sinusitis biasanya disebabkan oleh Rinitis Akut (influenza). polip, septum deviasi dan oleh kuman Streptococcus pneumonia, Hamophilus influenza, Steptococcus viridians, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis. Pada pasien sinusitis, seorang perawat dapat menginstruksikan pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan.



DAFTAR PUSTAKA


KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Media Aesculapius : FKUI, 2001.

Pusat Data & Informasi PERSI, ALERGI RINITIS, 2009.

Suddarth & Brunner, KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Jakarta : EGC, 2001.
Copyright 2009 RYRI LUMOET. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Blogger Templates