RSS

KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Pengertian
Poter.dkk,1993, mendefinisikan Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan unuk kesembuhan pasien ( Uripni, 2003 ).
Komunikasi terapeutik merupakan bagian dari komunikasi yang interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien, dimana dalam proses komunikasi dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi persoalan yang dihadapi. (Purwanto, 1993). Dikatakan juga bahwa komunikasi terapeutik merupakan bentuk ketrampilan yang mendasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan serta sebagai media terapeutik.
Maka dari itu ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik sangat perlu dimiliki oleh para perawat, guna membina hubungan yang terapeutik dalam membantu klien memecahkan masalahnya.

2. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Uripni, 2003 juga menyebutkan bahwa dengan komunikasi terapeutik perawat mampu :
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antar antara perawat dengan pasien melalui suatu hubungan yang terapeutik.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkapkan perasaan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan
3. Mencegah adanya tindakan yng negative terhadap pertahanan diri pasien (pada tahap preventif).

3. Tujuan Komunikasi terapeutik
Heri Purwanto menyebutkan tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sediri.

Sedangkan tujuan terapeutiknya sendiri, menurut Stuart,etc (Hamid, 1996), diarahkan kepada pertumbuhan klien yang meliputi :
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2) Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
3) Mampu membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung.
4) Peningkatan fungsi dan kemampuan yang memuaskan serta mencapai tujuan personal yang jelas.

4. Unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah :
1. Sumber komunikasi terapeutik yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dimana sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim
2. Pesan yang disampaikan dengan menggunakan sandi-sandi baik yang berupa bahasa verbal maupun non verbal.
3. Penerima, sebagai orang yang menerima pesan dan membalas yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.
4. Lingkungan dan waktu komunikasi terapeutik berlangsung. Dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap dan perabaan.

5. Prinsip komunikasi terapeutik
Menurut Carl Roger, Prinsip dari komunikasi terapeutik (Purwanto, 1993 ) adalah:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukanlah tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role mode agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
12. Altruisme mendapat kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prisip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi, yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan bertanggung jawab terhadap orang lain.

6. Karakteristik komunikasi terapeutik
Ada tiga hal yang mendasar yang memberikan karakteristik komunikasi terapeutik menurut Arwani, 2002 yaitu :
1. Keiklasan ( Genuineness )
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan pada individu, baik secara verbal maupun nonverbal. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunya terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.
Tidak selalu mudah melakukan suatu keikhlasan. Untuk menjadi lebih percaya diri tentang perasaan dan nilai-nilai yang dimiliki membentuk pengembangan diri yang dapat dipertimbangkan dilakukan setiap saat. Sehingga, sekali perawat mampu untuk menyatakan apa yang dia inginkan untuk membantu memulihkan kondisi pasien dengan cara yang tidak mengancam, pada saat itu pula kapasitas yang dimiliki untuk mencapai hubungan yang paling menguntungkan akan meningkat secara bermakna.

2. Empati
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi pasien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat-buat (obyektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau merasakan apa yang sedang dilakukan atau merasakan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subyektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.
Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komukasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada pasien, misalnya, jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini sulit dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman atau situasi yang relevan, perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai “kunci” sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan klien.
Sebagai “perawat empati”, perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang klien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindari penilaian berdasarkan kata hati (implulsive judgement) tentang seseorang dan pada umunya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitive dan ikhlas.

3. Kehangatan ( Warmth )
Hubungan yang paling membantu (helping relastionship) dibuat untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan lebih luas untuk mengetahui kebutuhan klien. Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang, meyakinkan, dan pegangan tangan atau kasih sayang perawat terhadap pasien.

7. Tahap – tahap Komunikasi Terapeutik
Tahap – tahap komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat – pasien terdiri dari 4 tahap yaitu tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja ( lanjutan) dan tahap terminasi ( perpisahan ).
1) Pra Interaksi
Menggali perasaan, Menganalisa kemampuan dan keterbatasan professional diri sendiri, Mengumpulkan data pasien ( dari status ), Merencanakan pertemuan dengan pasien.
2) Orientasi
Pada fase ini perawat membentuk hubungan saling percaya dengan klien, dengan cara memperkenalkan diri, membuat persetujuan komunikasi, mengidentifikasi masalah, mengkaji tingkat kecemasan klien, mengkaji apa yang diharapkan pasien Dan tehnik komunikasi terapeutik yang digunkana biasanya adalah :
a. Open-Ended Question ( Pertanyaan Terbuka ) yaitu pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ya” dan “mungkin” tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga pasien dapat mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
b. Eksplorasi
Menggali lebih dalam ide-ide, pengalaman, masalah pasien yang perlu diketahui. Banyak pasien yang berbicara hanya hal-hal yang ringan-ringan saja, sepertinya pasien sedang menguji apakah perawat cukup tertarik untuk mengetahui lebih lanjut. Atau mungkin juga pasien menganggap bahwa pengalaman masa lalu seakan-akan tidak penting
“ Selamat pagi bapak / Ibu…”
“Nama saya Sinungkara, perawat kamar operasi yang akan menemani anak bapak / ibu saat dilakukan tindakan operasi nanti..?
“Bagaimana kabarnya ?”
“ Bagaimana ceritanya sehingga anak bapak / ibu harus dilakukan tindakan operasi ?
“Bagaimana perasaan bapak / ibu ?”
“Apa yang Bapak / ibu rasakan saat kecemasan muncul ?

c. Fase kerja
Pada fase ini beberapa hal yang dilakukan adalah :
Meningkatkan interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan dan menggunakan tehnik-tehik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerjasama. Selain itu juga meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik melalui pengkajian dilanjutkan kembali serta mengevaluasi masalah yang timbul, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan terhadap perawat dan mempertahankan tujuan yang telah disepakatidan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tehnik Komunikasi Terapeutik yang dapat dipergunakan antara lain :
a. Mendengarkan dengan aktif.
Proses aktif dari penerimaan informasi dan penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima. di sini yang dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan kontak mata dan komunikasi non verbal yang resertif, karena dapat menunjukkan minat dan penerimaan perawat terhadap klien.
b. Pembukaan yang luas
Memberikan dorongan pada klien untuk memilih topik yang akan dibicarakan. Hal ini dapat menunjukkan penerimaan perawat akan nilai dan inisiatif pasien. Pada penggunaan tehnik ini sebaiknya dihindarkan pertanyaan dengan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’.
“Apa yang sedang anda pikirkan ?”atau adakah sesuatu yang mengganjal dalam hati bapak/ibu, atau adakah informasi yang kurang jelas ? bisakah diceritakan pada saya, saya akan berusaha membantu bapak/ ibu sebisa saya….”
c. Pengulangan pernyataan
Perawat mengulang sebagian pertanyaan pasien dengan menggunakan kata-katanya sendiri, yang menunjukkan bahwa perawat mendengar dan memperhatikan apa yang dikemukakan klien, menguatkan dan mengembalikan perhatian klien pada sesuatu yang telah diucapkan klien.
O.. jadi maksud bapak / ibu, apa operasi ini bisa ditunda ? “
d. Refleksi
Mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan dan isi pembicaraan kepada klien. ini dapat memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat dan rasa hormat terhapadap klien.
“Bagaimana menurut bapak dan ibu setelah mendapat informasi dari dokter kemarin, apakah operasi merupakan jalan yang terbaik ?”
e. Klarifikasi
Berupaya untuk menjelaskan ke dalam kata-kata atau idea tau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan artinya, agar tidak terjadi salah pengertian. Misalnya :
“ Apakah maksudnya bapak/ibu kuatir jika kami tidak memperhatikan dan menjaga dengan baik saat anak ibu dioperasi ? “
f. Pemusatan
Perawat membantu pasien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih spesifik dan terarah. Biasanya tehnik ini diperlukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang suatu masalah.
”Barangkali bapak/ ibu mau menjelaskan apa yang bapak alami, sehingga anak bapak tidak boleh dioperasi dan dirawat di rumah sakit atau ada kendala lain ? ”
g. Berbagi persepsi
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang pasien dan meminta umpan balik dari pasien. ini dapat menyampaikan pengertian perawat dan mempunyi kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
Misalnya :
“Ibu tersenyum, tapi saya merasakan bahwa ibu sedang bingung dan cemas……”
h. Diam
Dengan mengurangi komunikasi verbal dan memberikan waktu kepada pasien untuk berpikir dan menghayati, dan mendorong pasien untuk mengawali percakapan, sementara itu perawat menyampaikan dukungan, penertian dan penerimaannya. Ini merupakan media terapeutik yang sangat berharga karena dapat memotivasi pasien untuk bicara, mengarahkan pikirannya kepada masalah yang dihadapi. Memberi waktu kepada pasien dalam menimbang alternative tindakan yang perlu dilakukan dan memberi kesempatan untuk merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya, meskipun pasien tetap berdiam diri atau merasa malu, tetapi pasien merasa dirinya berharga dan diterima.
Namun Diam dapat mendorong atau menghambat komunikasi sehingga perawat harus hati-hati dalam mengemukakan tehnik ini. Bagi pasien diam bisa diartikan sebagai dorongan dan penerimaan. Misalnya : duduk diam beberapa saat.
i. Memberikan informasi
Memberikan informasi kepada pasien mengenai hal-hal yang tidak/belum diketahuinya untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien sehingga menambah pengetahuan pasien yang akan berguna baginya untuk mengambil keputusan secara realistik. Informasi yang diberikan antara lain tentang apa yang dimaksud dengan operasi, apa tujuan dari operasi, apa itu pembiusan, apa tujuan dari pembiusan, apa dampak dari operasi dan apa dampak dari pembiusan, bagaimana persiapan yang perlu dilakukan saat akan dilakukan operasi.
j. Memberikan saran
Memberikan tehnik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu yang tepat dan cara yang konstruktif, sehingga pasien bisa memilih.
“Setelah mendengar informasi tentang berbagi hal tentang penyakit anak bapak/ ibu, juga tentang operasinya, apa tidak lebih baik jika anak bapak / ibu harus menjalani operasi, supaya mendapatkan kesehatan dan kesembuhan yang optimal?”
d. Fase terminasi
Merupakan fase pembuatan kesimpulan pengobatan yang didapatkan,dan mengantisipasi masalah yang timbul karena kemungkinan klien akan tergantung dengan perawat.
“ Baiklah, setelah kita berbincang-bincang.. bagaimana perasaan bapak/ibu? apakah sudah lebih baik ? “
“Nah sekarang silahkan mengambil keputusan untuk persetujuan operasi. Karena ini sangat penting untuk kesehatan dan kesembuhan anak bapak/ibu. Semoga bapak/ibu mengambil keputusan yang terbaik. Bila nanti keputusannya sudah ada, bapak/ ibu bisa menemui saya atau perawat jaga. Terimakasih. Selamat siang dan sampai ketemu di kamar operasi ”

8. Hubungan terapeutik perawat dan klien
Adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar prilaku, perasaan , pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik ( Stuard dan Sundeen,1991 ). Oleh karena itu, karateristik yang perlu dimiliki perawat adalah :
1. Sadar akan dirinya : Perawat mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Ia dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki.
2. Analisa perasaan sendiri : Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya serta mengontrol agar Ia dapat menggunakan secara terapeutik.
3. Klarifikasi Nilai : Hubungan perawat - klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan klien merupakan fokus utama. perawat perlu menyadarai nilai-nilai yang dimiliki, misalnya kepercayaan , ikatan keluarga, aspek seksual agar tidak merugikan klien.
4. Contoh peran ( role model ): Perawat dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kehidupan pribadi, tidak didominasi oleh konflik,stress yang maladaptif, memperlihatkan adaptasi yang sehat, bertanggung jawab terhadap prilakunya, berperan sebagai contoh bagi klien.

Dengan memiliki karakteristik diatas diharapkan perawat dapat mengembangkan sikap terapeutik yang mendukung dan menolong klien.
Sikap atau respon perawat yang perlu dikembangkan dalam berhubungan dengan klien adalah :
Ikhlas : dinyatakan melalui keterbukaan. kejujuran, ketulusan, tidak pura-pura dan spontan memberi respon. Dengan sikap ini klien percaya bahwa perawat dapat membantu memecahkan masalahnya.
Menghargai : Menerima klien apa adanya dan percaya klien dapat menyelesaikan masalahnya. Perawat tidak menghakimi, mengejek atau menghina.
Empati : mengerti dan menerima kehidupan, pikiran dan perasaan klien secara akurat.
Segera : Tanggap terhadap perasaan klien dan ingin segera membantu.
Konfrontasi : adalah ekspresi perasaan perawat terhadap prilaku klien yang tidak sesuai.
Kongkrit : Komunikasi yang jelas, spesifik, mudah dimengerti.
Keterbukaan : terbuka tentang dirinya.

0 komentar:

Copyright 2009 RYRI LUMOET. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Blogger Templates