RSS

MAKALAH ANGKA KEMATIAN BAYI BARU LAHIR


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia masih juga belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup. "Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab," kata Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Prof dr Azrul Azwar MPH.
Angka kematian bayi baru lahir (neonatal) penurunannya lambat, yaitu 28,2 per 1.000 menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu.

1.2 Tujuan
• Untuk mengetahui populasi penyebab kematian bayi baru lahir.
• Untuk mengetahui cara penanggulangan kematian bayi baru lahir.
• Untuk memenuhi tugas keperawatan komunitas yang telah diberikan.


BAB II
DATA HASIL SURVEY

Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir.
DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI).
"Rata-rata kematian bayi di Indonesia masih cukup besar. Kewajiban kita semua untuk menguranginya," sebut Kepala Sub Direktorat Bina Kesehatan Depkes, Kirana Pri-tasari, kemarin, di Jakarta.
Berdasarkan survei lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pas-cakelahirannya.
Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes, disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan atas.
Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.
AKB di indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu tecermin dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 10 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup.
Kematian balita dan bayi. Pada tahun 1960 angka kematian balita (AKB) masih sangat tinggi yaitu 216 per 1000 kelahiran hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 menunjukkan terjadinya penurunan AKB hingga mencapai 46 per 1.000 kelahiran hidup pada periode 1998-2002. Rata-rata penurunan AKBA pada dekade 1990-an adalah sebesar 7 persen per tahun, lebih tinggi dari dekade sebelumnya sebesar 4 persen per tahun.
Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC) yaitu 65 per 1000 kelahiran hidup.


BAB III
PEMBAHASAN

Kesehatan neonatal dan maternal. Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun, yaitu sepertiganya terjadi dalam satu bulan pertama setelah kelahiran dan sekitar 80 persen kematian neonatal ini terjadi pada minggu pertama, menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya; serta perilaku (baik yang bersifat preventif maupun kuratif) ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat.
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.
Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup.


3.1 Definisi
Kematian adalah akhir kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik dari penyebab alami seperti penyakit atau dari penyebab tidak alami seperti kecelakaan.
Kematian neonatus(neonatal) yaitu kematian neonatus lahir hidup pada usia gestasi 20 minggu atau lebih. Sedangkan, neonatus lahir hidup adalah salah satu neonatus yang menunjukkan bukti hidup setelah lahir, bahkan bila hanya sementara (pernapasan, denyut jantung, gerakan otot volunter, atau pulsasi dalam korda umbilikalis), dan yang meninggal dalam 28 hari.
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
 Rumus
Dimana:
Angka Kematian Neo-Natal =Angka Kematian Bayi umur 0-<1bulan
∑D 0-<1bulan =Jumlah Kematian Bayi umur 0 - kurang 1 bulan pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
∑lahir hidup = Jumlah Kelahiran hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu
K = 1000

3.2 Penyebab
Sebab kematian pada anak. Tiga penyebab utama kematian bayi adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pada 2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran cerna, dan penyakit saraf.Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf – termasuk meningitis dan encephalitis – dan tifus.
1. Faktor Ibu
a. Masa Kehamilan
• ANC
• Infeksi ibu hamil : rubela, sifilis, gonorhoe, malaria
• Gizi ibu hamil
• Karakteristik ibu hamil : umur, paritas, jarak
b. Persalinan
• Partus macet/ lama : letak sunsang, bayi kembar, distocia
• Tenaga Penolong Kehamilan
2. Faktor Janin
• Umur 0 – 7 hari : BBLR, Asfiksia
• Umur 8 – 28 hari : pneumonia, diare, tetanus, sepsis, kelainan kogenital

3.3 Pencegahan
Angka kematian bayi baru lahir dapat dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai, serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal. "Untuk itu pemerintah tidak lelah mengampanyekan pentingnya upaya kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat”. Perawatan sederhana seperti pemberian air susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan.
3.4 Cara penanggulangan
Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan permasalahan kesehatan maternal) maka:
1. Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan:
• perawatan terhadap bayi neonatal,
• promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta
• pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
2. Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Deteksi dan penanganan bayi neonatal sakit
• Persalinan yang ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
• Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
• PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi)
• Organisasi transportasi untuk kasus rujukan
3. Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
• Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam
• Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk pertolongan gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau
• Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan
• Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja Puskesmas/desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus rujukan.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan RS Dati II.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Sebab kematian pada anak. Tiga penyebab utama kematian bayi adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pada 2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran cerna, dan penyakit saraf.Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf – termasuk meningitis dan encephalitis – dan tifus.
Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup.

4.2 Saran
Meningkatkan mutu dan pelayanan kesehatan masyarakat baik dari masyarakat menengah keatas dan khususnya masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu diharapkan seluruh elemen masyarakat menyadari tentang status kesehatan ibu dan bayi, dll.

PENJADWALAN DALAM KEPERAWATAN

PENJADWALAN DALAM KEPERAWATAN

A. Definisi
Penjadwalan adalah suatu aspek dari fungsi kepegawaian. Kepegawaian adalah penghimpunan dan persiapan pekerja yang dibutuhksn untuk melakukan misi dari sebuah organisasi, penjadwalan adalah penentuan pola jam kerja masuk dan libur mendatang untuk pekerja sebuah unit, seksi, devisi.


B. Langkah – langkah :
1. Setelah mnganalisa jadwal kerja dan rutinitas unit, manager perawat harus menentukan jam maksimal dan minimal beban kerja untuk memutuskan kebutuhan jam sibuk dan yang kurang sibuk bagi pekerja dari masing-masing kategori.
2. Untuk keperluan pribadi, yaitu jabatan yang dianggarkan dan diisi, manajer harus menentukan pola jam kerja masuk dan libur apa yang akan disediakan ke sejumlah personil yang diinginkan dan kategori personil ke unit tersebut untuk masing-masing jam setiap harinya.
3. Memberikan waktu masuk dan libur masing-masing pekerja untuk sepanjang hari agar dapat mengelompokkan seluruh staf ke dalam konfigurasi yang diinginkan.
4. Memeriksa jadwal yang telah selesai tersebut untuk mencari kesalahan – kesalahan seperti nama yang tidak tercantum, persetujuan hari libur atau liburan yang tidak disediakan, kekurangan sejumlah personil selama periode waktu tertentu, dan penggabungan personil yang tidak pantas pada hari-hari atau penggiliran tertentu.
5. Menjamin persetujuan jadwal yang diajukan dari manajer keperawatan yang tetap atau direktur (langkah ini bisa dihilangkan di dalam organisasi dengan wewenang keputusan desentralisasi).
6. Memasang jadwal untuk memberitahu anggota satf akan jam kerja yang ditugaskan untuk beberapa minggu kedepan.
7. Memperbaiki dan memperbahrui jadwal tersebut setiap hari untuk membawa sejumlah staf sejajar dengan perubahan terus menerus beban kerja di dalam unit tersebut.
8. Meninjau dan menganalisa jadwal dan kebijaksanaan secara tetap untuk mengenali masalah susunan kepegawaian yang perlu diubah di dalam jadwal utama.


C. Kebijaksanaan Penjadwalan
Agar supervisor dan kepala perawat dapat mengatur jadwal waktu personil yang libur dan yang masuk secara adil, harus ada departemen atau divisi luas kebijaksanaan penjadwalan untuk memandu pembuatan keputusan. Apabila kebijaksanaan menyangkut persoalan berikut tidak ada, maka manajer perawat harus bersatu sebagai sebuah kelompok untuk menyusunnya:
1. Orang, dengan jabatan, yang bertanggung jawab mempersiapkan jadwal untuk personil di masing-masing unit.
2. Periode waktu untuk diliputi oleh masing-masing jadwal masuk/libur.
3. Banyaknya pemberitahuan di muka yang diberikan para pekerja menyangkut jadwal masuk/libur.
4. Waktu masuk/libur total yang diperlukan untuk masing-masing pekerja perhari, minggu, atau bulan.
5. Hari dimulainya minggu kerja.
6. Dimulainya dan diakhirinya waktu untuk masing-masing penggiliran tugas.
7. Jumlah pergiliran yang harus dipergilirkan diantara masing-masing pekerja.
8. Frekuensi yang diperlukan dari pergiliran pergantian.
9. Keperluan pergiliran dari satu unit ke unit lain unit da frekuensi pergiliran tersebut.
10. Keperluan penjadwalan dua hari libur per minggu atau rata-rata dua hari libur per minggu.
11. Frekuensi libur akhir pekan untuk masing-masing kategori personil.
12. Definisi dari ”libur akhir pekan” untuk personil tugas malam.
13. Perlunya perluasan hari libur yang nerurutan dan tidak berurutan.
14. Hari kerja berurutan maksimum yang diperbolehkan.
15. Jarak waktu minimumyang diharuskan antara urutan pergantian tugas.
16. Jumlah hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.
17. Jumlah hari libur yang diharuskan per tahun saat pegawai harus dijadwalkan libur kerja.
18. Panjangnya pemberitahuan di muka untuk diberikan pagawai mengenai jadwal tugas liburan masuk/libur.
19. Prosedur yang harus diikuti dalam meminta libur kerja pada hari libur tertentu.
20. Jumlah hari-hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.
21. Lamanya waktu pembaritahuan di muka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal liburan.
22. Prosedur untuk diikuti dalam memohon waktu liburan khusus.
23. Pembatasan pada penjadwalan liburan selam hari libur Thank giving Natal – Tahun baru.
24. Jumlah personil masing-masing kategori yang akan dijadwalkan untuk liburan atau hari libur pada saat tertentu.
25. Prosedur penyelesaian perselisihan diantara personil sehubungan dengan permintaan waktu liburan dan hari libur.
26. Prosesan pemrosessan permintaan ”darurat” untuk penyesuaian jadwal waktu.
Panjangnya periode pergiliran masing-masing pekerja, dari pergantian ke pergantian yang lain atau dari unit ke unit yang lain, mempengaruhi kelangsungan perawatan pasien dan moral pekerja. Frekuensi libur akhir pekan dan frekuensi pergiliran pergantian menentukan jumlah waktu yang dapat di luangkan si pegawai dengan suaminya, anaknya, atau temannya yang bekerja pada jam kantor tetap. Untuk itu, pegawai membandingkan jadwal waktu mereka dengan jadwal waktu rekan kerjanya untuk memastikan apakah penugasan akhir pekan dan pergantiannya dibuat sama.


D. Tanggung jawab penjadwalan
Biasanya, supervisor atau kepala perawat bertanggung jawab utnutk menjadwalkan waktu masuk/libur personil keperwatan. Karena jadwal kerja harus disiapkan beberapa minggu sebelumnya, dan selanjutnya diperbaiki untuk menyesuaikan perubahan di dalam sensus pasien, keadaan pasien yang sakit, permintaan waktu libur darurat, banyak waktu yang berkaitan dengan kegiatan supervisi di luangkan dalam mempersiapkan dan menyesuaikan jadwal waktu.


E. Penjadwalan putaran
Supervisor atau kepala perawat dapat mengurangi waktu yang diluangkan untuk perencanaan waktu kerja pesonil ke tingkat minimum dengan menggunakan penjadwalan putaran (cyclical scheduling). Prinsip penjadwalan putaran adalah sebagai berikut:
1. Perputaran penugasan personil sebaiknya menggambarkan keseimbangan antara kebutuhan lembaga akan pekerja peliput dan kebutuhan pegawai akan pekerjaan dan rekreasi yang seimbang.
2. Penugasan putaran sebaiknya membagikan hari kerja ”baik” dan ”jelek” dan jam kerja yang sama diantara para pegawai.
3. Semua pegawai sebaiknya ditugaskan menurut pola putaran tersebut.
4. Sekali jadwal putaran tersebut telah disusun, penyimpangan perseorangan dari jadwal bisa berkurang dan diberikan hanya setelah permintaan tertulis untuk perubahan jadwal.
5. Metode penjadwalan putaran diusahakan untuk diumumkan dengan baik dan diterapkan agar para pegawai tidak merasa jadwal tersebut sebagai pengontrolan yang berlebihan.
6. Pola putaran yang digunakan tersebut sebaiknya menjamin sejumlah pegawai yang cukup dan campuran pegawai yang diinginkan untuk maing-masing unit semua pergeseran.
7. Pola putaran yang dipakai sebaiknya menaikkan kelanjutan perawatan pasien dengan menekan ”mengambangnya” personil dan dengan memperpanjang hubungan antara masing-masing pasien dan perawatan utamanya.
8. Penugasan putaran yang dipakai sebaiknya memelihara semangat kerja tim dengan menjaga komposisi kelompok kerja utama yang tetap.
9. Masing-masing pekerja sebaiknya diberitahu jauh hari sebelumnya mengenai putaran pergiliran dan hari masuk/liburnya untuk mengadakan kegiatan rencana pribadi, bisnis, dan pendidikan.


F. Sebab-sebab kelebihan susunan kepegawaian
Dua faktor yang menyumbang kepada biaya personil yang tinggi dalam departemen keperawatan adalah :
1. Seringan dan sulit ditebaknya variasi di dalam sensus pasien.
2. Kecenderungan manajer perawatan untuk mengganti variasi sensus minimum atau rata-rata.
Banyak faktor yang memotivasi kepala perawat atau supervisor menyusun staf untuk sensus maksimum. Diantaranya adalah keluhan pasien akan perawatan yang tidak berppengaruh dan tidak dirasakan dari perawat-perawat yang mengganggu, penyerahan diagnosa tambahan dan prosedur terapi kepada perawat oleh dokter yanng kelebihan beban kerja, dan pertumbuhan ketegasan oleh para perawat di dalam mempertanyakan penugasannya.


G. Variable penyusunan pegawai yang dikontrol
Satu cara untuk mengurangi biaya personil sementara mengurangi keluhan dari pasien, dokter, dan perawat mwngenai penyusunan pegawai yang kurang adalah dengan memakai variabel penyusunan pegawai yang dikontrol.
Bentuk populer variabel penyusunan staf adalah yang dapat memberikan tingkat minimum penyusunan staf untuk masing-masing rumah sakit dan memperbesar tingkat minimum ini sejalan dengan informasi sensus yang terus menerus diperbaharui.
Dengan menyusun variabel yang dikontrol, penyusunan pegawai bisa direncanakan untuk unit tersebut guna memberikan lima RNs, dua LPNs, dan satu pembantu keperawatan pada pergantian hari secara tetap. Dengan menggunakan peraturan 3:2 yang diberikan sebelumnya, 12 personil waktu penuh harus dianggarkan bagi pergiliran siang guna memastikan delapan personil yang diperlukan untuk pergiliran tersebut sehari-harinya. Apabila peningkatan dalam sensus pasien atau proporsi intensif yang lebih besar atau pasien rawat total telah meningkatkan beban kerja keperawatan, perawatn yang bertugas bisa menentukan dari skala yang telah direncanakan sebelumnya berapa banyak personil masing-masing kategori di atas jatah dasar untuk memenuhi beban kerja yang ada, dan personil tambahan bisa dijamin.
Untuk meusatkan jumlah staf karyawan yang lebih tinggi selama periode puncak beban kerja dan untuk menyesuaikan pegawai yang keluarga atau sekolah yang bertanggung jawab menginginkan meraka bekerja kurang dari lima hari per minggu, manajer perawat menugaskan pegawai dalam kombinasi pergiliran kerja empat, delapan, sepuluh, dan dua belas (Arnold dan Mills 1983).
Dari sudut pandang pegawai, keuntungan tiga 12 jam pergantian per minggu adalah memberikan komunikasi antara pergantian, mengurangi waktu transportasi mingguan, dan memperpanjang waktu kegiatan sosial dan istirahat. Kelemahan utamanya kegelisahan yang lebih besar pada akhir pergantian kerja.


H. Alasan untuk memakai susunak kepegawaian variabel
Keefektifan biaya dalam susunan kepegawaian diperlukan agar sebuah departemen keperawatan memakai beberapa bentuk susunan kepegawaian variabel atau teknik penyamaan staf. Penyamaan staf atau memindahkan personil dari area yang kelebihan pegawai ke persediaan pegawai yang kurang, sebaiknya didasarkan atas kajian tugas perawatan pasien yang tepat di dalam lembaga yang sama.
Para penyelidik telah menentukan bahwa bilamana beberapa bentuk kepegawaian variabel atau penyamaan staf tidak dipakai, rumah sakit akan membayar lagi satu hingga dua jam perawatan per pasien per hari dibanding yang sebenarnya diberikan.


I. Kesimpulan
Setelah manajer menentukan beberapa banyak staf keperawatan didalam masing-masing kategori dibutuhkan untuk memberikan perawatan kepada sejumlah pasien yang diperkirakan ada di dalam masing-masing klarifikasi diagnosa dan kepelikannya, manajer harus menjadwalkan personil yang dibutuhkan untuk memberikan sejumlah personil yang cukup guna memenuhi periode puncak beban kerja dan dapat menghindari penugasan personil lebih dari yang dibutuhkan selama periode waktu. Jadwal putaran atau jadwal berulang yang memanfaatkan kombinasi personil tetap dan paruh waktu dan kombinasi pergantian delapan, sepuluh serta dua belass jam biasanya terbukti lebih ekonomis di banding jadwal yang dirancang dari dasar untuk masing-masing periode empat, enam,dll.

MAKALAH KOMUNITAS PENYAKIT DEGENERATIF KATARAK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Angka kebutaan di Indonesia (1,5 persen) tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara. Hal itu terutama disebabkan ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per tahun. Akibatnya, terjadi backlog (penumpukan penderita) katarak yang cukup tinggi.

Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Prof. Dr. dr. Azrul Azwar MPH dalam seminar sehari memperingati Hari Penglihatan Sedunia/World Sight Day, Senin (21/10). Pembicara lain adalah Dr. dr. Tjahjono D. Gondhowiardjo Sp.M dari Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), mantan penderita katarak Ismail Saleh SH, dan Parni Hadi dari Masyarakat Peduli Mata.

Masalah gizi, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan di daerah subtropis. Sekitar 16-22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. Hal itu diduga berkaitan erat dengan faktor degeneratif akibat masalah gizi.

1.2 Tujuan
• Mengetahui tentang penyakit degeneratif katarak.
• Mengetahui tentang jenis-jenis degeneratif katarak.
• Mengetahui cara penularan sekaligus pencegahannya.



BAB II
DATA HASIL SURVEY

Diperkirakan 5-10 juta individu mengalami kerusakan penglihatan akibat katarak setiap tahun (newell, 1986). Di USA sendiri 300. 000 – 400.000 ekstraksi mata tiap tahunnya. Insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua.
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil ynag positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan linkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan penduduk lanjut usia”.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah lanjut usia yang sangat signifikan seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun 1980 1985 1990 1995 2000 2020
Total penduduk (55 tahun ke atas) 148 165 183 202 222
a. Total (juta) 11,4 13,3 16 19 22,2 29,12
b. Persentase (%) 7,7 8 8,7 9,4 10 11,09
Harapan hidup 55,30 58,19 61,12 64,05 65-70 70-75
Menurut penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo

Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 1971 – 2020 sesuai pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
Tahun Jumlah Lansia Persentase
1971 (a) 5.306.874 4,48%
1980 (b) 7.998.543 5,45%
1990 (c) 11.277.557 6,29%
1995 (d) 12.778.212 6,56%
2000 (d) 15.262.199 7,28%
2005 (d) 17.767.709 7,97%
2010 (d) 19.936.859 8,48%
2015 (d) 23.992.553 9,77%
2020 (d) 28.822.879 11,34%
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994

Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1) Majunya pelayanan kesehatan
2) Menurunnya angka kematian bayi daan anak
3) Perbaikan gizi dan sanitasi
4) Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi

Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Apakah Katarak Itu ?
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensa matanya. Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata pada saat yang bersamaan. Katarak tidak disebabkan oleh pemakaian mata yang berlebihan dan tidak mengakibatkan kebutaan permanen apabila diatasi dengan pengobatan atau operasi. Gejala umum gangguan katarak meliputi :
• Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
• Peka terhadap sinar atau cahaya.
• Dapat melihat dobel pada satu mata.
• Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
• Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

3.2 Apakah Penyebab Katarak ?
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas.
Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Faktor keturunan.
• Cacat bawaan sejak lahir.
• Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
• Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
• Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
• Operasi mata sebelumnya.
• Trauma (kecelakaan) pada mata.
• Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

 Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak senile ( 95 %) .
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun). Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65 – 74 tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun. Ada 4 stadium antara lain :
• Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa yang masih jernih.
• Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratip menyerap air.
• Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini dapat diopperasi.
• Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan). Katarak congenital digolongkan dalam :
• Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
• Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
• Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu (korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs sindrom dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain (kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa, glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.

3.3 Perjalanan Penyakit Katarak
Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya keseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah . penambahan densitas iniakibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks ,serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa. Katarak terbentuk bila masukan 02 berkurang [ vaugan dan asbori,1986], kandungan air berkurang, kandungan kalsium meningkat, protein yang seluble menjadi insoluble[Hewel,1986]. Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif,yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.

3.4 Bagaimana Mendeteksi Katarak ?
Melalui pemeriksaan menyeluruh dokter spesialis mata dapat mendeteksi katarak atau penyebab lain kekeruhan pada lensa dan gangguan pada mata. Masalah lain pada mata, misalnya kornea, retina dan saraf penglihatan, mungkin akan tetap mengganggu penglihatan setelah operasi katarak. Apabila tidak memberikan hasil yang lebih baik pada penglihatan, operasi katarak mungkin tidak direkomendasikan. Dokter spesialis mata akan menjelaskan berapa banyak perbaikan penglihatan akan dicapai setelah operasi katarak.

3.5 Apakah Katarak Dapat Mengganggu Penglihatan Dengan Cepat ?
Kecepatan gangguan katarak pada seseorang tidak dapat diprediksi, karena katarak pada setiap individu berbeda, bahkan perkembangannyapun berbeda antara satu mata dengan mata sebelahnya. Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh katarak akan lebih cepat dengan bertambahnya usia seseorang. Akan tetapi pada penderita diabetes, walaupun masih berusia muda, katarak akan mengganggu penglihatan lebih cepat.

3.6 Bagaimana Mengatasi Katarak ?
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Akan tetapi melindungi mata terhadap sinar matahari yang berlebihan dapat memperlambat terjadinya gangguan katarak. Kacamata gelap atau kacamata reguler yang dapat menghalangi sinar ultraviolet (UV) sebaiknya digunakan ketika berada diruang terbuka pada siang hari.
3.7 Kapankah Operasi Dilakukan ?
Tindakan operasi perlu dilakukan apabila katarak telah menyebabkan hilangnya penglihatan atau mengganggu kegiatan rutin sehari-hari. Operasi katarak cukup dilakukan dengan bius lokal atau tetes dan tanpa memerlukan rawat inap.

3.8 Apa Yang Diharapkan Dari Operasi Katarak ?
Operasi cukup dengan bius lokal atau tetes, dan tanpa harus menjalani rawat inap. Lensa keruh diangkat dan digantikan dengan lensa buatan yang ditanam secara permanen. Dokter spesialis mata melakukan prosedur ini dengan menggunakan peralatan operasi berteknologi tinggi dengan teknik fakoemulsifikasi (tanpa jahitan). Tingkat keberhasilan operasi katarak cukup tinggi. Lebih dari 95% tindakan operasi menghasilkan perbaikan penglihatan apabila tidak terdapat gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya. JEC menggunakan alat IOL Master untuk meningkatkan ketepatan ukuran lensa tanam yang digunakan. Perlu diketahui, komplikasi walaupun sangat jarang, dapat terjadi pada saat operasi maupun setelah operasi. Jika terdapat gangguan pada mata sekecil apapun setelah operasi, segera menghubungi dokter spesialis mata. Pada sebagian besar orang yang telah menjalani operasi katarak, kapsul atau selaput dimana lensa intraokular terpasang dapat menjadi keruh.Diperlukan terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh ini, sehingga penglihatan menjadi jelas kembali. Kesimpulan Katarak adalah penyebab umum berkurangnya penglihatan, khususnya terjadi pada manusia usia lanjut yang dapat diatasi. Dokter spesialis mata dapat mengetahui apakah katarak atau masalah lainnya yang menjadi penyebab hilangnya penglihatan, dan apakah tindakan operasi diperlukan untuk mengatasi gangguan katarak.

3.9 Pencegahan
Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi. Penggunaan tindakan keselamatan ditempat kerja dapat mengurangi insiden terjadinya katarak traumatic yang disebabkan oleh radiasi, panas, paparan x-ray. Penggunaan pelindung mata ketika memotong rumput, membersihkan semak dan kandang, bekerja dengan logam atau berpartisipasi dalam olah raga dapat menurunkan insiden terjadinya katarak traumatic dengan pencegahan terhadap cedera, perawatan secara teratur pada DM, hipoparatiroid, dan edermatitis atopik dapat mengurangi insiden terjadinya katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik ini.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, kongenital, traumatic, toksik, asosiasi, dan komplikata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi.

4.2 Saran
Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi. Penggunaan pelindung mata ketika memotong rumput, membersihkan semak dan kandang, bekerja dengan logam atau berpartisipasi dalam olah raga dapat menurunkan insiden terjadinya katarak traumatic dengan pencegahan terhadap cedera, perawatan secara teratur pada DM, hipoparatiroid, dan edermatitis atopik dapat mengurangi insiden terjadinya katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik ini. Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.

ASKEP INFEKSI PELVIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita seperti rahim, tuba falopi dan/atau ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi serius dan sangat membahayakan jiwa. Infeksi tersebut juga sangat umum. Satu dari 7 wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M.D., profesor pada Division of Gynegology Oncology, University of Florida di Jacksonville.

Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran lainnya: Serangan infeksi ini diketahui sangat meningkatkan resiko seorang wanita untuk menjadi mandul. Ketika bakteri-bakteri yang menyerang menembus tuba falopi, mereka dapat menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang lunak, menyebabkan sukarnya (atau tidak memungkinkannya) sebuah telur masuk ke dalam rahim, demikian Dr. Benrubi menerangkan. Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang mengkhawatirkan berikut ini: Setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%.

Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, demikian Dr. Benrubi memperkirakan, penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun.

Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan sebesar enam kali lipat. Alasannya: karena tuba falopi sering mendapatkan parut (bekas luka) yang timbul karena infeksi ini, telur yang turun mungkin akan macet dan hanya tertanam di dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di luar kandung per tahun dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini, demikian kata Dr. Benrubi. Itu masalah yang serius: Kehamilan di luar kandungan, demikian katanya, "dewasa ini menjadi penyebab kematian ibu dengan prosentase sebesar 15% dan dengan segera akan menjadi penyebab kematian ibu yang paling sering terjadi.

1.2 Tujuan
• Untuk memenuhi tugas maternitas yang telah diberikan.
• Untuk mengetahui definisi dari penyakit infeksi pelvis.
• Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit infeksi pelvis.
• Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi pelvis.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS). Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal.
Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita -- seperti rahim, tuba falopi dan/atau ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi serius dan sangat membahayakan jiwa.

2.2 Etiologi
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).


 Faktor Risiko
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri. Faktor risiko lainnya adalah:
1. Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
2. Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30 hari
3. Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
4. Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
5. Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul. Risiko tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya.

2.3 Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara.
1. Interlumen
Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah N. gonorrhoeae, C. Tracomatis, Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus herpes simpleks.
2. Limfatik
Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan denngan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non purpuralis.
3. Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat.
4. Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya apndisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra abdomen (misalnya virkus atau ulkus denganperforasi) dapat menyebabkan infeksi yang mengenai sistem genetalia interna.
5. Kontak langsung
Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran infeksi setempat dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan.

Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan, yaitu:
1. Terganggunya barier fisiologik
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan mengalami hambatan.
a. Diostium uteri internum
b. Di kornu tuba
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman – kuman pada endometrium turut terbuang.
Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman – kuman dihambat secara : mekanik, biokemik dan imunologik.
Pada keadaan tertentu, barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR):
1. Adanya organisme yang berperang sebagai vector.
Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba fallopi. Beberapa kuman pathogen misalnya E coli dapat melekat pada trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba fallopi dan menimbulkan peradangan di tempat tersebut. Spermatozoa juga terbukti berperan sebagai vektor untuk kuman – kuman N gonerea, ureaplasma ureolitik, C trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
2. Aktivitas seksual
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi utrerus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman – kuman memasuki kanalis servikalis.
3. Peristiwa Haid
Radang panggul akibat N gonorea mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa haid yang siklik, berperan pentig dalam terjadinya radang panggul gonore.

Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhnya kuman – kuman N gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala – gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai ”Febril Menses”.

2.4 Tanda dan gejala
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain adalah mual, nyeri berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam, nyeri saat sanggama, menggigil, demam tinggi, sakit kepala, malaise, nafsu makan berkurang, nyeri perut bagian bawah dan daerah panggul, dan sekret vagina yang purulen.
Biasanya infeksi akan menyambut tuba fallopi. Tuba yang tersumbat biasa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke strukstur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
Di dalam tuba, ovarium – ovarium panggul bisa terbentuk abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Biodata
B. Riwayat penyakit dahulu : KET, Abortus Septikus, Endometriosis.
C. Riwayat penyakit sekarang : Metroragia, Menoragia.
D. Pemeriksaan fisik
1. Suhu tinggi disertai takikardia
2. Nyeri suprasimfasis terasa lebih menonjol daripada nyeri di kuadran atas abdomen. Rasa nyeri biasanya bilateral. Bila terasa nyeri hanya uniteral, diagnosis radang panggul akan sulit dirtegakkan.
3. Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi reburn tenderness”, nyeri tekan dan kekakuan otot sebelah bawah.
4. Tergantung dari berat dan lamanya peradangan, radang panggul dapat pula disertai gejala ileus paralitik.
5. Dapat disetai Manoragia, Metroragia.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Periksa darah lengkap : Hb, Ht, dan jenisnya, LED.
2. Urinalisis
3. Tes kehamilan
4. USG panggul

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada reagulasi temperatur.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
3. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
4. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada pelvis.
5. Resiko terhadap infeksi (sepsis) b/d kontak dengan mikroorganisme.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.


3.3 Intervensi
1. Diagnosa : Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada reagulasi temperatur.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil/diaforesis Suhu 38,9° - 41,1° C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Dapat membantu mengurangi demam.
Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol). Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5° – 40° C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.




2. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran umum, haluaran urinarius individu yang sesuai dan bising usus aktif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2, maksimalkan efektivitas dari perfusi jaringan.
Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut. Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah, menstimulasi pelepasan, atau aktivasi dari substansi hormonal maupun kimiawi yang umumnya menghasilkan vasodilatasi perifer, penurunan tahapan vaskuler sistemik dan hipovolemia relatif.
Pantau frekuensi dan irama jantung. Bila terjadi takikardi, mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf simpatis untuk menekankan respon dan untuk menggantikan kerusakan pada hipovolumia relatif dan hipertensi.
Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer Pada awal nadi cepat/kuat karena peningkatan curah jantung. Nadi dapat menjadi lemah/lambat karena hipotensi terus menerus, penurunan curah jantung, vasokonstriksi perifer jika terjadi status syok.

Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan hipoksia, stres dan demam. Pernafasan dapat menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
Catat haluaran urin setiap jam dan bertat jenisnya. Penurunan haluara urin dengan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal yang dihubungkan dengan perpindahan cairan dan vasokonstriksi selektif.
Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan lokal, eritema. Stasis vena dan proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan trombosis.
Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan Dosis antibiotik masif sering dipesankan. Hal ini memiliki efek toksik berlebihan bila perfusi hepar/ ginjal terganggu.
Kolaborasi
Berikan cairan parenteral Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
Pantau pemeriksaan laboratorium. Perkembangan asidosis respiratorik dan metabolik merefleksikan kehilangan mekanisme kompensasi, misalnya penurunan perfusi ginjal dan akumulasi asam laktat.


3. Diagnosa : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
Kriteria hasil : Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.
Intervensi Rasional
Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual Mengetahui masalah-masalah seksual yang dialami.
Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual. Menemukan permasalahan seksual yang sebenarnya.
Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual. Memberikan konseling aktivitas seksual yang baik dan benar.

4. Diagnosa : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada pelvis.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi dan menurunan sumber-sumber nyeri.
Intervensi Rasional
Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal. Obat-obat analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi. Bisa untuk mengontrol rasa nyeri.
Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien. Usaha terapeutik, memotivasi semangat klien.
Berikan privasi selama prosedur tindakan. Menjaga harga diri klien.


5. Diagnosa : Resiko terhadap infeksi (sepsis) b/d kontak dengan mikroorganisme.
Kriteria hasil : Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar, bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.
Intervensi Rasional
Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia. Mengurangi resiko infeksi.
Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi Mengetahui tanda-tanda komplikasi yang terjadi.
Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab, resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi. Mengurangi infeksi silang (nosokomial).
Terafi antimikroba sesuai order dokter. Obat-obat antimikroba dengan dosis yang sesuai dan sesuai dengan indikasi.

6. Diagnosa : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria hasil : Menunjukan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis, mampu menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dari tindakan dan pasien ikut serta dalam program pengobatan.
Intervensi Rasional
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Berikan informasi mengenai terafi obat-obatan, interaksi, efek samping dan pentingnya pada program.
Klien bisa mengerti dan mau melakukan sesuai dengan anjuran demi keberhasilan pengobatan.
Tinjau faktor-faktor resiko individual dan bentuk penularan/tempat masuk infeksi. Mengurangi infeksi nosokomial.
Tinjau perlunya pribadi dan kebersihan lingkungan. Mengurangi komplikasi penyakit.


3.4 Implementasi
• Memanatau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi, dan perkembangan pada denyut.
• Memantau frekuensi & irama jantung perhatikan disritmia.
• Memperhatikan kualias / kekuatan dari denyut perifer.
• Memberikan isolasi / pantau pengnjung sesuai indikasi.
• Mencuci tangan dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunkan sarung tangan steril.
• Menginspeksi rongga mulut terhadap plak putih (sariawan) selidiki ras gatal / peradangan vaginal / perineal.
• Mengkaji proses penyakit, prosedur pembedahan dan harapan yang akan datang.
• Mendiskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, makanan dan pemasukan cairan yang adekuat.



3.5 Evaluasi
1. Klien dapat meningkatkan kesehatan di buktikan dengan bertambahnya kemampuan dan pemahaman klien dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
2. klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
3. Klien memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam menigkatkan kemampuannya dalam memelihara kesehatan.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit radang Panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna, yang disebabkan berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ sekitarnya, secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebanbkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonare, mikroplasma, stafilokokous, streptokus).
Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.
Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.

4.2 Saran
Jauhi free seks karena itu sangat berpotensi pada PMS. Jadi lindungi diri kita sendiri karena masa depan yang cerah sedang menanti kita semua.





DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Genekologi, 1981. Genekologi. Bandung: fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Bobak, 2005. Buku ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn. E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta. EGC.
Glasier, Anna, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC, 2005.
Rustam, 1976. Sinopsis Obstetri. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Scott, R. James, Danford, Buku Saku Obstetri dan Genetalia. Jkarta : Widya Medika, 2002.
Copyright 2009 RYRI LUMOET. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Blogger Templates