2.1. TUMOR LARING
Tumor laring dibagi menjadi 2 yaitu tumor jinak laring dan tumor ganas laring
Tumor jinak laring
Etiologi
Tumor jinak laring diduga disebabkan oleh virus
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari tumor jinak laring yaitu, Suara parau, batuk dan bila telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor.sedangkan manifestasi klinis yang terjadi pada tumor ganas laring yaitu: suara parau yang diderita cukup lama, tidak hilang timbul, makin lama makin berat. Kadang terdapat hemoptisis. Sesak nafas akibatnya tertutupnya jalan nafas oleh tumor, batuk dengan riak bercampur darah, dan penurunan berat badan.
Penatalaksanaan
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau sinar laser, tetapi kausal belum dilakukan karena etiologinya belum pasti. Juga diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus , hormone, kalsium atau ID metioni. Radioterapi tidak dianjurkan karena dapat berubah menjadi ganas.
Prognosis
Sering berulang. Pada pasien dewasa dengan riwayat merokok dan papiloma berulang dapat berubah menjadi ganas, meskipun tidak pernah menjalani radiasi.
Tumor ganas laring
Etiologi
Tumor ganas laring belum diketahui pasti penyebabnya.
Manifestasi klinis
Dari pemerikasaan fisik tidak ada gejala khas pada stadium dini, tetapi penjalaran kekelenjar limfe leher akan memperlihatkan perubahan kontur leher dan hilangnya krepitasi tulang- tulang rawan laring. Dengan laringoskop langsung atau tak langsung dapat dinilai lokasi tumor, penyebaran, dan dilakukan biopsi. Factor predisposisi: rokok, alcohol, dan paparan sinar radioaktif.
Penatalaksanaan
Hasil pemeriksaan akan menentukan diagnosis dan stadium tumor berdasarkan Union Internasional Contre le Cancer( UICC ) untuk menetukan tindakan pengulangan. Stadium 2 dan 3 untuk operasi, dan stadium 4 operasi dengan rekonstruksi atau radiasi. Jenis pembedahanya adalah laryngektomi totalis atau parsial, disertai diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfe leher. Pemakaian sitostatika belum memuaskan karena mahal dan tidak dapat diselesaikan karena keadaan umumnya memburuk.
Akibat laringektomi, pasien menjadi afoni dan bernafas melalui stoma permanent dileher. Sehingga perlu dilakukan rehabilitasi umum. Melalui sosialisasi dan kemandirian, dan khusus, berupa rehabilitasi suara.
Prognosis
Dengan pengelolaan yang tepat, cepat, radikal, tumor ini mempunyai prognosis paling baik diantara tumor daerah traktus aerodigestifus
2.2. TRAKEOSTOMI
Definisi
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. Ketika selang indwelling dimasukkan kedalam trakea, maka istilah trakeostomi di gunakan. Trakeostomi dapat menetap atau permanent.
Trakeostomi dilakukan untuk memintas suatu obstuksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka panjang, untuk mencegah aspirasi sekresi oral atau lambung pada pasien tidak sadar atau paralise (dengan menutu trakea dari esophagus), dan untuk mengganti selang endotrakea ada banyak proses penyakit dan kondisi kedaruratan yang membuat trakeostomi diperlukan
Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.2
Indikasi trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dangangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi.Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas;1,2
1. timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular.
2. Pasien tampak pucat atau sianotik
3. disfagia
4. pada anak-anak akan tampak gelisah
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi;1,2,4
1. terjadinya obstruksi jalan nafas atas sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
2. untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator). apabila terdapat benda asing di subglotis. penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
3. mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.Indikasi lain yaitu:4
• Cedera parah pada wajah dan leher
• Setelah pembedahan wajah dan leher
• Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
Prosedur
Posedur trakeostomi biasanya dilakukan diruang operasi atau di unit perawatan intensif dimana ventilasi pasien dapat dikontrol dengan baik dan tehnik aseptic yang optimal dapat dipertahankan. Suatu lubang dibuat pada cincin trakea kedua dan ketiga. Setela trakea terpajan, selang trakeostomi balon dengan ukuran yang sesuai dimasukkan.
Selang trakeostomi dipasang di tempatnya dengan plaster pengencang mengelilingi leher pasien. Biasanya, kassa segi empat steril diletakkan di antara selang dan kulit untuk menyerap drainase dan mencegah infeksi.
Teknik Trakeostomi : Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter.1
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.1
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit. 1
Pembagian Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi dalam trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.1,3
Jenis Tindakan Trakeostomi
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
Jenis Pipa Trakeostomi
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara
Komplikasi
Komplikasi dapata terjadi dini atau lanjut dalam perjalanan penatalaksanaan selang trakeostomi. Komplikasi bahkan dapat terjadi bertahun-tahun setelah selang trakeostomi dilepas. Komplikasi dini yang terjadi segera setelah trakeostomi dilakukan mencakup perdarahan, pneumotoraks, embolisme udara, aspirasi, emfisema subkutan atau mediastinum, kerusakan saraf laring kambuhan, atau penetrasi dinding trakea posteror.
Komplikasi jangka panjang termasuk obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi di atas lubang selang, infeksi, rupture arteri inominata, disfagia,fistula trakeoesafagus, dilatasi trakea, atau iskemia trakea, dan nekrosis. Stenosis trakea dapat terjadi setelah selang dilepaskan.
Perawatan trakeostomi
Pengisapan trakea ( selang trakeostomi atau endotrakea ). Saat selang trakeostomi atau endotrakea terpasang, biasanya diperlukan pengisapan sekresi pasien karena keefektifan mekanisme batuk menurun. Pengisapan trakea dilakukan ketika bunyi nafas tambahan terdeteksi atau ketika terdapat sangat banyak sekresi. Pengisapan yang tidak diperlukan menyebabkan broncospasme dan menyebabkan trauma pada mukosa trakea.
Semua peralatan yang kontak langsung dengan jalan nafas bawah pasien harus steril untuk mencegah infeksi paru dan sistemik yang membahayakan.
Penatalaksanaan balon. Sebagai aturan umum, balon pada selang endotrakea atau trakeostomi harus mengembang. Tekanan didalam balon harus serendah mungkin sehingga memungkinkan pengiriman volume tindal yang adekuat dan mencegah aspirasi pulmonal. Biasanya tekanan dipertahankan dibawah 25 cm H2O untuk mencegah cedera dan diatas 20 cm H2O untuk mencegah aspirasi. Tekanan cuff harus dipantau sedikitnya 8 jam dengan menempelkan diameter tekanan genggam pada pilot balon sedang atau melakukan teknik penggunaan volume kebocoran minimal atau volume oklusi minimal. Dengan intubasi jangka panjang, tekanan yang paling tinggi diperlukan untuk mempertahnkan penutupan yang adekuat.
Perawatan pasien dengan trakeostomi:
Cuff Trakeostomi Rasional
1. Selang balon (udara dimsukkan kedalam cuff) diperlukan selam ventilasi mekanis yang sama Tuuan dari penggunaan selang balon adalah untuk mencegah kebocoran udara selama ventilasi tekanan positif dan untuk mencegah aspirasi trakea dan kandungan lambung. Seal yang adekuat dibutuhkan karma kebocoran dari mulut atau trakeostomi yang tidak tampak atau halus, bunyi gurgling udara yang dating dari tenggorokan yang tidak tampak
2. Cuff tekanan rendah Cuff tekanan rendah mengeluarkan tekanan minimal pada mukosa trakea dan dengan demikian mengurang bahaya ulserasi trakea dan striktura.
Selang trakeostomi dan perawatan kulit
• Inspeksi balutan trakeostomi terhadap kelembaban atau drainage Balutan trakeostomi diganti sesuai kebutuhan untuk menjaga kulit tetap bersih dan kering. Janganbiarkan balutan basah tetap terpasang di atas kuli
• Cuci tangan Pencucian tangan mengurangi bakteri pada tangan
• Jelaskan prosedur pada pasien Pasien dengan trakeostomi tampak gelisah, membutuhkan penenangan dan perhatian teru-menerus
• Kenakan sarung tangan, lepas balutan yang basah dan buang Dengan mengamati isolasi subtansi tubuh dengan balutan yang terkontaminasi mengurangi kontaminai silang
• Siapkan peralatang steril, termasuk hydrogen peroksida, normal salin, aplikator berujung kapas, balutan. Dengan menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan memungkinkan prosedur diselesaikan dengan efektif.
• Kenakan sarung tangan steril Meminimalkan flora permukaan pada saluran pernafasan yang steril
• Bersihkan luka dan lempeng trakeostomi dengan aplikatos steril yang dibasahi dengan hydrogen peroksida. Bilas dengan salin steril Hydrogen peroksida efektif untuk mencairkan sekresi yang mengering. Pembilasan mengurangi residu kulit
• Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika diresepkan Memberikan perlindungan bakteristatik topical
• Jika tali yang lama telah basah, letakkan tali twill dalam posisinya untuk mengamankan selang trakeostomi. Masukkan satu ujng tali melalui lubang samping kanula terluar. Lingkarkan tali tersebut sekeliling leher pasien dan ikatkan tali tersebut melalui lubang yang berlawanan dari kanula terluas. Kumpulkan kedua ujungnya sehingga keduanya berytemu pada satu sisi leher. Amankan dengan simpulan. Kencangkan hanya sampai dua jari yang dapat menyusup diantara tali tersebut. Ini akan menambah ketebalan ganda pada tali sekitar leher. Selang trakeostomi dapat terlepas dengan gerakan atau batuk yang dibiarkan tidak diikat. Akan sulit untuk memasukkan untuk memasukkan selang trakeostomi kembali, dan gawat panas dapat terjadi jika selang trakeostomi terlepas.
Lepaskan tali yang lama dan buang
• Gunakan balutan trakeostomi steril, dan paskan dengan baik dibawah tali twill dan flagel selang trakeostomi sehingga insisi tertutup Balutan yang dapat terlepas-lepas benangnya tidak digunakan di sekitar trakeostomi karena bahaya dari material, kain tiras yang dapat masuk kedalam trakea, sehingga menyebabkan obstruksi. Balutan khusus yang tidak mempunyai kecenderungan terlepas-lepas benagnya digunakan untuk keperluan ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tumor laring dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas.yang jinak disebabkan oleh virus sering berulang pada pasien yang merokok dan papiloma berulang dapat berubah menjadi ganas, meskipun tidak pernah menjalani radiasi. Sedangkan tumor ganas laring penyebabnya belum diketahui secara pasti. Factor predisposisi: rokok, alcohol, paparan sinar radioaktif. Dengan pengelolaan yang cepat, tepat, dan radikal. Tumor ini mempunyai prognosis paling unik diantara tumor daerah traktus aerodigestivus.
Trakeostomi merupakan prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. dilakukan untuk memintas suatu obstuksi jalan nafas atas, untuk membuang sekresi trakeobronkial. Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan penggunaan sementara.
Saran
Pada tindakan dilakukannya trakeostomi salah satu keadaan indikasinya adalah tumor laring/faring, dalam makalah ini terdapat penjelasan singkat tentang keduanya. Dengan membaca makalah ini and adapt mengetahui tentang tumor laring dan tindakan trakeostomi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif,DKK, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Suddart & Brunner, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Partanto,Pius.1994 , Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola
ASKEP KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA MENGALAMI HIPERTENSI / CVA
Posted in
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi ( Tekanan Darah Tinggi ) adalah penyakit dimana umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Dimana tekanan darah itu sendiri adalah tekanan didalam pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut 120/180 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka. Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih. Dikatakan hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi ( misalnya 160/90 mmHg ) sebanyak dua kali dalam tiga kali pengukuran, selama paling sedikit dua bulan.
1.2. Tujuan
• Untuk mempelajari Asuhan keperawatan Hipertensi pada keluarga
• Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga tentang : tanda, gejala dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hipertensi
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Keluarga
Pengertian
Asuhan keperawatan keluarga menurut Salvicion G. Bail.on dan Aracelis Maglaya 1978.
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang di rawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sarana atau penyalur.
2.2 Konsep CVA
CVA / Stroke disebut juga dengan serangan otak, merupakan jenis penyakit yang paling banyak dialami oleh orang yang berusia sudah tua. Stroke terjadi karena aliran darah yang mengalir ke daerah otak menjadi terputus sehingga sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan glukosa yang dibawa oleh darah pada akhirnya tidak berfungsi afektif dan menjadi mati.
Ada 2 tipe stroke :
1. Stoke iskemik kurang lebih memiliki pola kerja atau gangguan yang hamper sama seperti serangan jantung. Perbedaannya adalah terjadinya gangguan ini ada didalam pembuluh darah yang terdapat dalam otot. Stroke iskemik juga dapat terjadi apabila terlalu banyak plak (endapan lemak dan kolesterol yang menyumbat pembuluh darah di otak).
2. Stroke hemoragik, stroke ini terjadi karena adanya keretakan atau terpecahnya pembuluh darah yang ada di otak. Akibat terjadinya pemecahan ini, maka darah yang mengalir ke dalam jaringan otak menyababkan terjadinya kerusakan, terutama pada sel-sel otak.
Gejala umum terjadinya stroke ditandai dengan beberapa hal, antara lain :
• Mengalami kelemahan, atau bahkan mati rasa, terutama pada bagian wajah, lengan, dan tungkai pada salah satu sisi tubuh.
• Mengalami kekaburan penglihatan, atau bahkan mungkin hilangnya penglihatan dan kekaburan pada salah satu mata.
• Mengalami kesulitan untuk berbicara atau sulit memahami apa yang sedang dibicarakan orang lain kepadanya.
• Mengalami sakit kepala yang amat sangat, tanpa diketahui sebab-sebabnya.
• Mengalami kehilangan keseimbangan tubuh atau mengalami ketidakstabilan pada saat berjalan.
Ada dua factor resiko yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya stroke :
1. Factor resiko yang dapat dikendalikan.
Faktor resiko bagi penderita stroke yang masih dapat dikendalikan sehingga mereka masih memiliki peluang untuk disembuhkan, meliputi : sekaligus menderita hipertensi, menderita diabetes, mengalami peningkatsn kolesterol yang cukup tinggi, pecandu alcohol, perokok, mengalami kelebihan BB, dan menderita penyakit arteri koroner.
2. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
Sementara penderita stroke yang factor resikonya tidak dapat dikendalikan sehingga ulit disembuhkan secara medis, antara lain : factor usia yang sudah mencapai 65 thn ke atas, jenis kelamin (seorang pria memiliki potensi yang lebih banyak mengalami stroke, sedangkan wanita lebih berpotansi mengalami stroke yang lebih mematikan), factor sejarah keluarga, artinya seseorang yang memiliki gen dari sebuah keluarga yang mengalami stroke, maka factor itu secara medis biasanya akan sullit dikendalikan.
2.3 Konsep Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseoarang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal 356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
B. Etiologi
Hipertensi adalah asimtomatik. Gejala-gejala menandakan kerusakan pada organ targeet seperti otak, ginjal, mata, dan jantung. Bila tak teratasi, hipertensi dapat menimbulkan stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
(Mansjoer Arif,dkk,1999 hal 518)
1. Esensial (primer/idiopatik) etiologi tak diketahui, dapat dipercepat atau maligna, namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress
2. Sekunder atau hipertensi renal disebabkan oleh proses penyakit dasar. Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.
Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain:
• Keturunan
• Usia
• Berat badan
• Perokok
• Pola makan dan gaya hidup
• Aktivitaas olah raga
C. Patofisiologi
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Penurunan kesadaran, daan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
D. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National Committee on Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519, dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 – 139 85 – 89
b. Perbatasan 140 – 159 90 – 99
c. Hipertensi tingkat I 160 – 179 100 – 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110
E. Manifestasi Klinik
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala bila demikian, gejala baru ada setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang dan pusing . (Mansjoer Arif, dkk, 1999).
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).Pada tingkat awal sesungguhnya, Hipertensi asimtomatis, mempunyai gejala :
1. Sakit kepala : pada occipital,, seringkali timbul pada pagi hari.
2. Vertigo dan muka merah.
3. Epistaksis sppontan.
4. Kelelahan
5. Mual dan muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Penglihatan kabur atau scotomas dengan perubahan retina.
9. Kekerapan nocturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh gangguan ginjal.
10. Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan, maka akan terjadi :
a. Insufiensi koronen dan penyumbatan.
b. Gagal jantung.
c. Gagal ginjal.
d. Cerebrovaskular accident (stroke).
F. PNP
Pathway Keperawatan disusun dengan mengambil sumber dari ;Kapita Selecta Kedokteran, Jilid I, Ed. Ketiga, 1999 dan Nasrul Effendy, Asuhan Keperawatan Keluarga, 1999.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Demografi :
• Usia : Terjadi pada usia 30-40 tahun
• Ras : terjadi dua kali lebih besar pada orang kulit hitam (orang afrika)
• Jenis kelamin : meningkat pada laki-laki
B. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
• Kegemukan / obesitas
• Riwayat keluarga positif
• Peningkatan kadar lipid serum
• Merokok sigaret berat
• Penyakit ginjal
• Terapi hormon kronis
• Gagal jantung
• Diet
• Kehamilan
C. Pemeriksaan fisik :
• Otak : sakit kepala, mual, muntah,kebas kaki atau kesemutan pada ekstremitas,ensefalopati hipertensif (mengantuk, kacau mental, kejang atau koma).
• Mata :retinopati (hanya dapat dideteksi dengan menggunakan oftalmoskop yang menunjukkan hemoragi retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
• Jantung :gagal jantung (dispnea ppada pengerahan tenaga,takikardia)
• Ginjal : penurunan pengeluaran urin dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba dan edema.
D. Pemeriksaan Diagnostik
• Sinar X dada dapat menunjukkan kardiomegali
• EKG dapat menunjukkan proteinuria, hematuria mikroskopik
• Survei kimia dapat menunjukkan peningkatan kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN)
• Profil lipid dapat menunjukkan peningkatan kolesterol dan trigliserida
• Elektrolit serum dapat menunjukkan peningkatan natrium
Kadar katekolamin meningkat bila hipertensi disebabkan oleh feikromositoma (tumor medulla adrenal)
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3.3 Intervensi
1. Diagnosa : Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kenaikan tekanan darah diatas 140/90 mmHg.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan dan penyuluhan, keluarga mampu mengenal masalah kesehatan.
Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
Rasional : persepsi yang salah dapat menghambat program pengobatan .
• Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala hipertensi.
Rasional : keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengertian, penyebab , tanda dan gejala dari hipertensi.
• Jelaskan cara pencegahan hipertensi
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan hipertensi
• Beri kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
Rasional : makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak akan memperberat hipertensi.
• Jelaskan pada keluarga akibat lanjut dari hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui akibat lanjut hipertensi bila tidak ditangani.
• Bimbing keluarga untuk mencegah serangan.
Rasional : dengan membimbing keluarga diharapkan tidak terjadi serangan ulang.
• Diskusikan bersama keluarga cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
Rasional : memberikan pengetahuan pengolahan makanan dimana keluarga membuat pertimbangan dalam mengolah makanan untuk penderita hipertensi.
• Bimbing keluarga untuk melakukan pencegahan dan perawatan hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui dan memahami perawatan hipertensi dengan benar.
• Jelaskan pada keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan.
Rasional : keluarga dapat memilih fasilitas kesehatan yang sesuai dengan pilihannya.
• Tanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan apabila ada keluarga yang sakit.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga apabila ada keluarga yang sakit.
• Anjurkan untuk mengunjungi tempat pelayanan kesehatan bila sakit.
Rasional : keluarga dapat mengunjungi fasilitas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan atau penyuluhan , diharapkan nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau penyuluhan kesehatan diharapkan keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga tentang relaksasi.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai relaksasi.
• Diskusikan cara relaksasi.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana keluarga dapat membuat pertimbangan dalam melakukan relaksasi.
• Beri penjelasan tentang relaksasi.
Rasional : memberikan informasi yang benar sehingga tahu tentang relaksasi.
• Demonstrasikan tekhnik relaksasi
Rasional : melihat secara langsung tekhnik relaksasi.
• Beri kesempatan redemonstrasi relaksasi.
Rasional : dapat melakukan relaksasi tanpa bantuan.
• Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : keluarga tahu penyebab nyeri sehingga tidak salah dalam menangani atau mengobati nyeri.
• Bimbing keluarga untuk mengurangi nyeri.
Rasional : keluarga mampu mengurangi / menanggulangi nyeri.
• Diskusikan cara mengurangi nyeri
Rasional : keluarga membbuat pertimbangan untuk mengatasi nyeri.
• Jelaskan tentang akibat nyeri
Rasional : keluarga mampu menangani nyeri sedini mungkin.
• Ulangi penjelasan yang kurang dimengerti.
Rasional : keluarga mengerti betul akibat nyeri.
• Jelaskan pada keluarga tempat–tempat pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
Rasional : untuk mengarahkan keluarga ke mana harus membawa anggota keluarganya yang sakit.
• Tanyakan fasilitas kesehatan mana yang akan digunakan keluarga kaitannya dengan sakit yang di derita anggota keluarganya.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga tentang adanya fasilitas kesehatan yang ada.
• Anjurkan pada keluarga untuk mengunjunginya.
Rasional : keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
3.4 Implementasi
1. Diagnosa 1 :
• Menggali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
• Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan hipertensi.
• Mendiskusikan cara pencegahan hipertensi.
• Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Menjelaskan pada keluarga komplikasi dari penyakit hipertensi.
• Mendiskusikan cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
• Memberikan bimbingan cara pengolahan makanan.
• Menggali pengetahuan keluarga tentang perawatan hipertensi.
• Membimbing keluarga tentang pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Mengulangi penjelasan cara perawatan hipertensi.
• Menjelaskan pada keluarga berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat didunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas kesehatan yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi pelayanan kesehatan terdekat.
2. Diagnosa 2 :
• Menanyakan pada keluarga tentang relaksasi.
• Mendiskusikan cara menangani nyeri.
• Memberi penyuluhan tentang relaksasi.
• Melakukan demonstrasi relaksasi.
• Memberikan keempatan pada keluarga untuk redemonstrasi relaksasi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang penyebab nyeri.
• Mendiskusikan dengan keluarga untuk mengurangi nyeri.
• Memberikan bimbingan untuk mengurangi nyeri.
• Menjelaskan tentang akibat nyeri.
• Mengulangi penjelasan agar lebih jelas lagi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.
3.5 Evaluasi
1. Diagnosa 1 :
• Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang hipertensi.
• Keluarga sudah tahu tentang tanda dan gejala serta pencegahan dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Keluarga mengatakan sudah jelas dengan materi yang disampaikan oleh perawat.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang komplikasi dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pengolahan makanan bagi penderita hipertensi.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang perawatan hipertensi dengan di bantu oleh penyuluh.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Keluarga mengatakan penjelasan yang disampaikan cukup jelas.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis fasilitas pelayanan kesehatan,
• Keluarga mengatakan mau mengunjungi Puskesmas untuk mengobati sakitnya.
2. Diagnosa 2 :
• Keluarga sudah tahu tentang relaksasi.
• Keluarga mampu melakukan relaksasi.
• Keluarga mampu menyebutkan penyebab nyeri.
• Keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengurangi nyeri.
• Keluarga mampu menyebutkan akibat nyeri yang berkelanjutan.
• Keluarga dapat mengerti fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Keluarga mengatakan akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada bila ada yang mengalami gangguan kesehatan, mau mengunjungi Puskesmas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
• Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
• Hipertensi disebabkan oleh pola makan dan kebiasaan yang kurang baik, begitu juga factor usia dan keturunan termasuk factor resiko terjadinya hipertensi.
• Keluarga dengan salah satu anggota mengalami hipertensi harus mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan hipertensi dan komplikasi hipertensi yang bisa menyebabkan CVA / stroke.
4.2 Saran
• Hindari makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak karena hal itu akan memperberat hipertensi.
• Olahraga yang cukup dan terapkan pola hidup yang sehat, berhenti merokok.
• Pergilah ke pelayanan kesehatan untuk memeriksa keadaan tubuh jika dirasa ada yang sakit, sehingga penyakit akan diketahui sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. 1998. Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta : EGC.
FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta : 2001.
Mansjoer Arif, dkk, The sixt Report of Join National Committee on Prevention (JNL, 1997).
Scribd, Askep Hipertensi dan CVA, 2009.
Susilawati. Kumpulan Askep. 29 Februari 2008.
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Ricky’s Blog. Askep Hipertensi.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi ( Tekanan Darah Tinggi ) adalah penyakit dimana umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Dimana tekanan darah itu sendiri adalah tekanan didalam pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut 120/180 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi, disebut dengan tekanan diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka. Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih. Dikatakan hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi ( misalnya 160/90 mmHg ) sebanyak dua kali dalam tiga kali pengukuran, selama paling sedikit dua bulan.
1.2. Tujuan
• Untuk mempelajari Asuhan keperawatan Hipertensi pada keluarga
• Untuk memberikan pengetahuan pada keluarga tentang : tanda, gejala dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hipertensi
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keperawatan Keluarga
Pengertian
Asuhan keperawatan keluarga menurut Salvicion G. Bail.on dan Aracelis Maglaya 1978.
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang di rawat dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai sarana atau penyalur.
2.2 Konsep CVA
CVA / Stroke disebut juga dengan serangan otak, merupakan jenis penyakit yang paling banyak dialami oleh orang yang berusia sudah tua. Stroke terjadi karena aliran darah yang mengalir ke daerah otak menjadi terputus sehingga sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan glukosa yang dibawa oleh darah pada akhirnya tidak berfungsi afektif dan menjadi mati.
Ada 2 tipe stroke :
1. Stoke iskemik kurang lebih memiliki pola kerja atau gangguan yang hamper sama seperti serangan jantung. Perbedaannya adalah terjadinya gangguan ini ada didalam pembuluh darah yang terdapat dalam otot. Stroke iskemik juga dapat terjadi apabila terlalu banyak plak (endapan lemak dan kolesterol yang menyumbat pembuluh darah di otak).
2. Stroke hemoragik, stroke ini terjadi karena adanya keretakan atau terpecahnya pembuluh darah yang ada di otak. Akibat terjadinya pemecahan ini, maka darah yang mengalir ke dalam jaringan otak menyababkan terjadinya kerusakan, terutama pada sel-sel otak.
Gejala umum terjadinya stroke ditandai dengan beberapa hal, antara lain :
• Mengalami kelemahan, atau bahkan mati rasa, terutama pada bagian wajah, lengan, dan tungkai pada salah satu sisi tubuh.
• Mengalami kekaburan penglihatan, atau bahkan mungkin hilangnya penglihatan dan kekaburan pada salah satu mata.
• Mengalami kesulitan untuk berbicara atau sulit memahami apa yang sedang dibicarakan orang lain kepadanya.
• Mengalami sakit kepala yang amat sangat, tanpa diketahui sebab-sebabnya.
• Mengalami kehilangan keseimbangan tubuh atau mengalami ketidakstabilan pada saat berjalan.
Ada dua factor resiko yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya stroke :
1. Factor resiko yang dapat dikendalikan.
Faktor resiko bagi penderita stroke yang masih dapat dikendalikan sehingga mereka masih memiliki peluang untuk disembuhkan, meliputi : sekaligus menderita hipertensi, menderita diabetes, mengalami peningkatsn kolesterol yang cukup tinggi, pecandu alcohol, perokok, mengalami kelebihan BB, dan menderita penyakit arteri koroner.
2. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
Sementara penderita stroke yang factor resikonya tidak dapat dikendalikan sehingga ulit disembuhkan secara medis, antara lain : factor usia yang sudah mencapai 65 thn ke atas, jenis kelamin (seorang pria memiliki potensi yang lebih banyak mengalami stroke, sedangkan wanita lebih berpotansi mengalami stroke yang lebih mematikan), factor sejarah keluarga, artinya seseorang yang memiliki gen dari sebuah keluarga yang mengalami stroke, maka factor itu secara medis biasanya akan sullit dikendalikan.
2.3 Konsep Hipertensi
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseoarang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal 356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
B. Etiologi
Hipertensi adalah asimtomatik. Gejala-gejala menandakan kerusakan pada organ targeet seperti otak, ginjal, mata, dan jantung. Bila tak teratasi, hipertensi dapat menimbulkan stroke, gagal ginjal, dan kebutaan, dan gagal jantung kongestif. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
(Mansjoer Arif,dkk,1999 hal 518)
1. Esensial (primer/idiopatik) etiologi tak diketahui, dapat dipercepat atau maligna, namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress
2. Sekunder atau hipertensi renal disebabkan oleh proses penyakit dasar. Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta pelabaran pembuluh darah.
Faktor-faktor yang mempertinggi resiko terjadinya hipertensi antara lain:
• Keturunan
• Usia
• Berat badan
• Perokok
• Pola makan dan gaya hidup
• Aktivitaas olah raga
C. Patofisiologi
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Penurunan kesadaran, daan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.
D. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National Committee on Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519, dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 – 139 85 – 89
b. Perbatasan 140 – 159 90 – 99
c. Hipertensi tingkat I 160 – 179 100 – 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110
E. Manifestasi Klinik
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala bila demikian, gejala baru ada setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang dan pusing . (Mansjoer Arif, dkk, 1999).
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).Pada tingkat awal sesungguhnya, Hipertensi asimtomatis, mempunyai gejala :
1. Sakit kepala : pada occipital,, seringkali timbul pada pagi hari.
2. Vertigo dan muka merah.
3. Epistaksis sppontan.
4. Kelelahan
5. Mual dan muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Penglihatan kabur atau scotomas dengan perubahan retina.
9. Kekerapan nocturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh gangguan ginjal.
10. Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan, maka akan terjadi :
a. Insufiensi koronen dan penyumbatan.
b. Gagal jantung.
c. Gagal ginjal.
d. Cerebrovaskular accident (stroke).
F. PNP
Pathway Keperawatan disusun dengan mengambil sumber dari ;Kapita Selecta Kedokteran, Jilid I, Ed. Ketiga, 1999 dan Nasrul Effendy, Asuhan Keperawatan Keluarga, 1999.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Demografi :
• Usia : Terjadi pada usia 30-40 tahun
• Ras : terjadi dua kali lebih besar pada orang kulit hitam (orang afrika)
• Jenis kelamin : meningkat pada laki-laki
B. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
• Kegemukan / obesitas
• Riwayat keluarga positif
• Peningkatan kadar lipid serum
• Merokok sigaret berat
• Penyakit ginjal
• Terapi hormon kronis
• Gagal jantung
• Diet
• Kehamilan
C. Pemeriksaan fisik :
• Otak : sakit kepala, mual, muntah,kebas kaki atau kesemutan pada ekstremitas,ensefalopati hipertensif (mengantuk, kacau mental, kejang atau koma).
• Mata :retinopati (hanya dapat dideteksi dengan menggunakan oftalmoskop yang menunjukkan hemoragi retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur
• Jantung :gagal jantung (dispnea ppada pengerahan tenaga,takikardia)
• Ginjal : penurunan pengeluaran urin dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba dan edema.
D. Pemeriksaan Diagnostik
• Sinar X dada dapat menunjukkan kardiomegali
• EKG dapat menunjukkan proteinuria, hematuria mikroskopik
• Survei kimia dapat menunjukkan peningkatan kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN)
• Profil lipid dapat menunjukkan peningkatan kolesterol dan trigliserida
• Elektrolit serum dapat menunjukkan peningkatan natrium
Kadar katekolamin meningkat bila hipertensi disebabkan oleh feikromositoma (tumor medulla adrenal)
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3.3 Intervensi
1. Diagnosa : Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pengobatan, faktor resiko.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kenaikan tekanan darah diatas 140/90 mmHg.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan dan penyuluhan, keluarga mampu mengenal masalah kesehatan.
Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
Rasional : persepsi yang salah dapat menghambat program pengobatan .
• Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala hipertensi.
Rasional : keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengertian, penyebab , tanda dan gejala dari hipertensi.
• Jelaskan cara pencegahan hipertensi
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan hipertensi
• Beri kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
Rasional : makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak akan memperberat hipertensi.
• Jelaskan pada keluarga akibat lanjut dari hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui akibat lanjut hipertensi bila tidak ditangani.
• Bimbing keluarga untuk mencegah serangan.
Rasional : dengan membimbing keluarga diharapkan tidak terjadi serangan ulang.
• Diskusikan bersama keluarga cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
Rasional : memberikan pengetahuan pengolahan makanan dimana keluarga membuat pertimbangan dalam mengolah makanan untuk penderita hipertensi.
• Bimbing keluarga untuk melakukan pencegahan dan perawatan hipertensi.
Rasional : keluarga mengetahui dan memahami perawatan hipertensi dengan benar.
• Jelaskan pada keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan.
Rasional : keluarga dapat memilih fasilitas kesehatan yang sesuai dengan pilihannya.
• Tanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan apabila ada keluarga yang sakit.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga apabila ada keluarga yang sakit.
• Anjurkan untuk mengunjungi tempat pelayanan kesehatan bila sakit.
Rasional : keluarga dapat mengunjungi fasilitas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan atau penyuluhan , diharapkan nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau penyuluhan kesehatan diharapkan keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi :
• Gali pengetahuan keluarga tentang relaksasi.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai relaksasi.
• Diskusikan cara relaksasi.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana keluarga dapat membuat pertimbangan dalam melakukan relaksasi.
• Beri penjelasan tentang relaksasi.
Rasional : memberikan informasi yang benar sehingga tahu tentang relaksasi.
• Demonstrasikan tekhnik relaksasi
Rasional : melihat secara langsung tekhnik relaksasi.
• Beri kesempatan redemonstrasi relaksasi.
Rasional : dapat melakukan relaksasi tanpa bantuan.
• Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : keluarga tahu penyebab nyeri sehingga tidak salah dalam menangani atau mengobati nyeri.
• Bimbing keluarga untuk mengurangi nyeri.
Rasional : keluarga mampu mengurangi / menanggulangi nyeri.
• Diskusikan cara mengurangi nyeri
Rasional : keluarga membbuat pertimbangan untuk mengatasi nyeri.
• Jelaskan tentang akibat nyeri
Rasional : keluarga mampu menangani nyeri sedini mungkin.
• Ulangi penjelasan yang kurang dimengerti.
Rasional : keluarga mengerti betul akibat nyeri.
• Jelaskan pada keluarga tempat–tempat pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
Rasional : untuk mengarahkan keluarga ke mana harus membawa anggota keluarganya yang sakit.
• Tanyakan fasilitas kesehatan mana yang akan digunakan keluarga kaitannya dengan sakit yang di derita anggota keluarganya.
Rasional : untuk mengetahui respon keluarga tentang adanya fasilitas kesehatan yang ada.
• Anjurkan pada keluarga untuk mengunjunginya.
Rasional : keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
3.4 Implementasi
1. Diagnosa 1 :
• Menggali pengetahuan keluarga mengenai hipertensi.
• Menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan hipertensi.
• Mendiskusikan cara pencegahan hipertensi.
• Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengelompokkan makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Menjelaskan pada keluarga komplikasi dari penyakit hipertensi.
• Mendiskusikan cara pengolahan makanan untuk penderita hipertensi.
• Memberikan bimbingan cara pengolahan makanan.
• Menggali pengetahuan keluarga tentang perawatan hipertensi.
• Membimbing keluarga tentang pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Mengulangi penjelasan cara perawatan hipertensi.
• Menjelaskan pada keluarga berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat didunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas kesehatan yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi pelayanan kesehatan terdekat.
2. Diagnosa 2 :
• Menanyakan pada keluarga tentang relaksasi.
• Mendiskusikan cara menangani nyeri.
• Memberi penyuluhan tentang relaksasi.
• Melakukan demonstrasi relaksasi.
• Memberikan keempatan pada keluarga untuk redemonstrasi relaksasi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang penyebab nyeri.
• Mendiskusikan dengan keluarga untuk mengurangi nyeri.
• Memberikan bimbingan untuk mengurangi nyeri.
• Menjelaskan tentang akibat nyeri.
• Mengulangi penjelasan agar lebih jelas lagi.
• Menjelaskan pada keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Menanyakan pada keluarga fasilitas mana yang akan digunakan.
• Memberikan dorongan untuk mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.
3.5 Evaluasi
1. Diagnosa 1 :
• Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang hipertensi.
• Keluarga sudah tahu tentang tanda dan gejala serta pencegahan dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis makanan yang tidak boleh/dikurangi.
• Keluarga mengatakan sudah jelas dengan materi yang disampaikan oleh perawat.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang komplikasi dari hipertensi.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pengolahan makanan bagi penderita hipertensi.
• Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang perawatan hipertensi dengan di bantu oleh penyuluh.
• Keluarga mampu menyebutkan cara pencegahan dan perawatan hipertensi.
• Keluarga mengatakan penjelasan yang disampaikan cukup jelas.
• Keluarga mampu menyebutkan jenis fasilitas pelayanan kesehatan,
• Keluarga mengatakan mau mengunjungi Puskesmas untuk mengobati sakitnya.
2. Diagnosa 2 :
• Keluarga sudah tahu tentang relaksasi.
• Keluarga mampu melakukan relaksasi.
• Keluarga mampu menyebutkan penyebab nyeri.
• Keluarga mampu mengambil keputusan untuk mengurangi nyeri.
• Keluarga mampu menyebutkan akibat nyeri yang berkelanjutan.
• Keluarga dapat mengerti fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan.
• Keluarga mengatakan akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada bila ada yang mengalami gangguan kesehatan, mau mengunjungi Puskesmas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
• Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer pada tingkat arteriol.
• Hipertensi disebabkan oleh pola makan dan kebiasaan yang kurang baik, begitu juga factor usia dan keturunan termasuk factor resiko terjadinya hipertensi.
• Keluarga dengan salah satu anggota mengalami hipertensi harus mengetahui pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan hipertensi dan komplikasi hipertensi yang bisa menyebabkan CVA / stroke.
4.2 Saran
• Hindari makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak karena hal itu akan memperberat hipertensi.
• Olahraga yang cukup dan terapkan pola hidup yang sehat, berhenti merokok.
• Pergilah ke pelayanan kesehatan untuk memeriksa keadaan tubuh jika dirasa ada yang sakit, sehingga penyakit akan diketahui sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. 1998. Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta : EGC.
FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta : 2001.
Mansjoer Arif, dkk, The sixt Report of Join National Committee on Prevention (JNL, 1997).
Scribd, Askep Hipertensi dan CVA, 2009.
Susilawati. Kumpulan Askep. 29 Februari 2008.
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Ricky’s Blog. Askep Hipertensi.
Langganan:
Postingan (Atom)